MAKALAH PERBANKAN SYARIAH
PRINSIP AL-WADI’AH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah
Dosen Pembimbing : Faisal Abdul Haris, SE
Disusun Oleh :
Meita Tri W ( I 0000 900 36)
Elsyafa Azizun N ( I 0000 900 38)
Espan Diari ( I 0000 900 39)
Septi Muryani ( I 0000 900 40)
Fika Tri U ( I 0000 900 41)
Widya Putri ( I 0000 900 43)
Agung ( I 0001 100 14)
PROGRAM STUDI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada prinsipnya, produk
perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) Produk
penyaluran dana (financing), (2)
Produk penghimpunan dana (funding),
dan (3) Produk yang berkaitan dengan jasa perbankan kepada nasabah (service). Produk penghimpunan dana atau
titipan digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana. Prinsip yang digunakan
dalam produk penghimpunan dana salah satunya adalah prinsip al-wadi’ah.
BAB
II
ISI
A. Definisi Al-Wadi’ah
1.1 Secara etimologi
Kata wadi’ah diambil dari wada’a asy-syai’a yang berarti
meninggalkan sesuatu. (Sabiq, 2010). Sesuatu yang dititipkan oleh seseorang
kepada orang lain agar dijaganya dinamakan dengan wadi’ah karena dia meninggalkannya pada orang yang menerima titipan
tersebut.
1.2 Secara terminologi
Al-wadi’ah
merupakan sebuah prinsip titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. (Antonio, 2001)
B. Hukum Al-wadi’ah
Menitipkan
sesuatu kepada orang lain hukumnya boleh. Dianjurkan menitipkan sesuatu pada
seseorang yang tahu bahwa ia mampu menjaga harta titipan itu. Orang yang
dititipi sesuatu wajib menyimpannya di tempat penyimpanan yang selayaknya.
Titipan
adalah amanat di tangan orang yang dititipi. Dia wajib mengembalikannya ketika
pemiliknya memintanya. Allah SWT berfirman, “.......Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertaqwa
kepada Allah, Rabbnya.....”(QS. Al Baqarah 283).
C. Tanggung Jawab
Penerima Titipan
Penerima
titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang titipan kecuali apabila
ia lalai atau berkhianat. Dalilnya adalah hadist Daruquthni bahwa Rasulullah
SAW bersabda “Tidak ada tanggung jawab
bagi peminjam yang tidak berkhianat dan tidak ada tanggung jawab pula bagi
penerima titipan yang tidak berkhianat”.
D. Jenis Al-wadi’ah
1. Prinsip al wadi’ah yad al-amanah
1.1 Definisi
Prinsip al-wadi’ah
yad al-amanah merupakan prinsip harta titipan yang tidak boleh dimanfaatkan
oleh pihak yang dititipi. (Karim, 2004)
1.2 Prinsip
al-wadi’ah yad al-amanah memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Harta
atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan.
b. Penerima
titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban
untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
c. Sebagai
kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang
menitipkan.
1.3 Aplikasi
Prinsip al-wadi’ah yad al-amanah pada
masa Rasulullah SAW dan Sahabat
Ø Rasulullah
SAW dikenal dengan julukan Al-Amin
dipercaya oleh masyarakat Mekkah menerima simpanan harta. Pada saat terakhir
sebelum Rasul hijrah ke Madinah beliau meminta Ali bin Abi Thalib untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada pemiliknya. Dalam konsep tersebut
Rasulullah tidak memanfaatkan harta titipan tersebut.
1.4 Aplikasi
Prinsip al-wadi’ah yad al-amanah
dalam Perbankan Syariah
Ø Jasa
Safe deposit box
Safe deposit box merupakan kotak
penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari
bahan baja dan ditempatkan dalam ruang yang kokoh, tahan bongkar dan tahan api
untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya. Safe Deposit Box itu sendiri adalah
suatu sistem pelayanan bank kepada masyarakat dimana bank menyewakan box dengan
ukuran dan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak
pengaman tersebut. Kotak pengaman (Safe
Deposit Box) adalah simpanan dalam bentuk tertutup, dalam arti pejabat bank
tidak boleh memeriksa/menyaksikan wujud/bentuk barang yang disimpan.
1.5
Skema
al-wadi’ah yad al-amanah dalam
Perbankan Syariah

![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
2.
Prinsip
Al-wadi’ah yad dhamanah
2.1 Definisi
Prinsip al
wadi’ah yad dhamanah merupakan prinsip harta titipan yang boleh dimanfaatkan
oleh pihak yang dititipi (Karim, 2004).
2.2 Al-wadi’ah jenis
ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Harta
atau barang yang dititipkan boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima
titipan.
b. Keuntungan
atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung penerima
titipan, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung
kerugian.
c. Sebagai
kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang
menitipkan.
2.3 Aplikasi
Prinsip Al-wadi’ah yad dhamanah pada
masa Rasulullah SAW dan Sahabat
Ø Zubair
bin Awwam memilih tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya
dalam bentuk pinjaman. Dengan mengambil uang titipan sebagai pinjaman, maka
implikasinya beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya. Dan, jika uang itu
dalam bentuk pinjaman maka Zubair berkewajiban untuk mengembalikannya dengan
utuh seperti semula.
2.4 Aplikasi
Prinsip al-wadi’ah yad dhamanah dalam
Perbankan Syariah
Ø Tabungan
Simpanan dana nasabah pada bank yang bersifat
titipan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan terhadap titipan
tersebut. Tabungan dengan prinsip Wadi’ah
yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan Qardh (pinjaman yang baik), maka nasabah
penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagi hasilkan dana
titipan tersebut. Meski demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada
nasabah selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain pemberian bonus
merupakan kebijakan bank syariah yang bersifat sukarela.
Sejalan
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 02/DSN-MUI/IV/2000
tentang tabungan, bahwa jenis tabungan yang dibenarkan ada dua, yaitu tabungan
yang berdasarkan prinsip Wadi’ah dan
Mudharabah.
Ketentuan
Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah:
1.
Bersifat simpanan.
2.
Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam
transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Ø Giro
wadi’ah
Merupakan simpanan dana yang bersifat titipan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
atau dengan pemindahbukuan. Dalam produk giro dengan prinsip wadi’ah yad dhamanah, pihak bank syariah
boleh memanfaatkan dana nasabah. Hal ini berarti bahwa wadi’ah yad dhamanah juga memiliki hukum yang sama dengan Qardh. Nasabah penitip dan bank tidak
boleh saling menjanjikan untuk membagi hasilkan dana titipan tersebut. Meski
demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada nasabah selama tidak
disyaratkan di muka.
Sejalan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro, ada 2 jenis giro
yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.
Ketentuan Umum Giro
berdasarkan Wadi’ah:
1. Bersifat
titipan.
2. Titipan
bisa diambil kapan saja (on call).
3. Tidak
ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari
pihak bank.
Ketentuan Umum Giro
berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam
transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Perbedaan titipan di
bank syariah dengan titipan di bank konvensional :
Titipan di Bank Syariah
|
Titipan di Bank Konvensional
|
1. Nasabah dapat memilih titipan menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
2. Bank Syariah tidak menjanjikan bonus pada titipan.
Bonus dapat diberikan sesuai kondisi keuangan bank syariah.
|
1. Nasabah tidak diberikan pilihan prinsip titipan
atau bagi hasil.
2. Pada bank konvensional dengan sistem bunga, bank
menjanjikan suatu nilai tertentu (biasanya dinyatakan dalam prosentasi suku
bunga per tahun) untuk nilai uang yang ditabung.
|
2.5
Skema
al-wadi’ah yad dhamanah dalam
perbankan syariah

![]() |
||||||
![]() |
![]() |
|||||
![]() |
||||||
E. Perkembangan Produk
Giro dan Tabungan di Bank Syariah
Ø Al-wadi’ah secara
hakekatnya merupakan titipan. Motivasi nasabah menitipkan dananya di bank
syariah seharusnya bukanlah untuk
mendapatkan bonus, tetapi agar dananya aman. Jadi tidak ada masalah jika bank
syariah tidak membagi bonusnya dan menjadi rezeki nasabah jika bank syariah
membagi bonusnya. Namun, di masa persaingan industri keuangan yang semakin
ketat, ditambah pola pikir nasabah yang menabung dengan tujuan investasi, seringkali
menjadikan bank syariah sedikit ’memaksakan diri’ untuk memberikan bonus agar
manfaat bagi nasabah setara dengan tabungan bank konvensional. Hal ini yang
membuat nasabah menjadi tidak mudah membedakan mana bunga mana bonus.
BAB III
KESIMPULAN
1. Al-wadi’ah
merupakan sebuah prinsip titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki.
2. Ada
2 jenis al-wadi’ah yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.
3. Contoh
aplikasi prinsip wadi’ah yad amanah
di bank syariah adalah layanan safe deposit
box, sementara untuk aplikasi prinsip wadi’ah
yad dhamanah ada pada tabungan dan giro wadi’ah.
Daftar Pustaka
Karim,
Adiwarman Azwar. 2004. Bank Islam.
Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Antonio,
Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari
Teori ke Praktek : Jakarta : Gema Insani Press
Sabiq,
Sayyid. 2010. Fiqh Sunnah. Pena Pundi
Aksara : Jakarta
http://www.syariahmandiri.co.id/category/edukasi-syariah/
http://www.perencanakeuangan.com/files/Simp.BagiHasilSyariah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar