Minggu, 14 Desember 2014

Sumber Hukum Islam Pertama Alqur'an

MAKALAH
USHUL FIQH
(SUMBER HUKUM ISLAM YANG PERTAMA: AL QUR-AN)
(Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Ushul Fiqih)
Dosen:
Ustadz. Sholahuddin Sirizar, Lc, MA.


Oleh :
Muhammad Nasrudin

PRODI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hadirnya Dien al-islaam, sebagai agama yang integral yang ajarannya dibawa oleh Rasulullaah SAW dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara lahir dan bathin. Berbagai petunjuk kehidupan yang terekspose dalam Al Qur-an mengenai perbuatan manusia telah tertera dan tersusun dengan rapi. Tak heran, jikalau dien al-islaam diberi predikat sebagai Rahmatanlil’aalamiin.
Islam telah mengatur hukum-hukum islam yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Islam memberikan barometer mengenai sesuatu yang benar-salah, sesuatu yang baik-buruk, dan sebagainya. Semua hukum-hukum mengenai perbuatan seorang manusia itu tentunya tertera dalam Al Qur-an sebagai sumber hukum yang pertama dalam Islam. Di dalam Al Qur-an pula terkupas, dari mulai per’ibadahan (‘ubudiyyah) hingga mu’malah.
Al-islam yang undang-undangnya adalah Al Qur-an, telah mengajarkan kepada kita mengenai bagaimana kehidupan yang dinamis dan progressif. Islam mengajarkan kepada kita untuk menghargai pemakaian akal pikiran melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam mengajarkan kehidupan yang seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual (QS. Al-Ahzab:77), senantiasa mengembangkan kepedulian sosial (QS.Alma’uun), menghargai waktu (QS.Al-‘ashr), mengedepankan kualitas, menghargai perbedaan, bersikap transparan, anti feodalistik, mengutamakan kasih sayang persaudaraan, bersikap optimis, dan lainnya.
Inilah keagungan dan kemuliaan dari kemukjizatan Al Qur-an yang turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. guna untuk menjawab semua persoalan yang terjadi. Tak ada kitab suci lain yang mengatur seluruh kehidupan secara integral, selain dari Al Qur-an. Kiranya amat penting sekali bagi ummat islam untuk senantiasa menggali hukum-hukum yang relevan dengan kehidupannya dengan bereferensi pada sumber hukum yang paling utama, yakni Al Qur-an.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Al Qur-an?
2.Bagaimana kemu’jizatan Al Qur-an?
3.Apa saja hukum yang ada dalam Al Qur-an?
4. Apa saja dalalah dalam Al Qur-an?

1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu study tugas study Islam.
2.   Mengetahui peranan Mahasisiwa dalam pembelajaran Agama Islam.
3.   Merekonstruksi dan mentransformasi sikap profesional yang diperlukan Mahasiswa untuk menunjang tanggung jawab sebagai Mahasiswa Fakultas Agama Islam.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ta’rif Al Qur-an
            “Al Qur-an” secara lughah (etimologi) ialah bacaan atau yang dibaca. Atau dalam bahasa arab diambil dari kata qara-a, yaqra-u, qur-aanan dan qiraa-atan, yang bermakna yang dibaca. Kata Al Qur-an adalah mashdar, yang diartikan isim maf’ul. Sama seperti lafazh ghafara, yaghfiru, ghufran. Ini selaras dengan kalam Allah SWT. :
Ÿwõ8ÌhptéB¾ÏmÎ/y7tR$|¡Ï9Ÿ@yf÷ètGÏ9ÿ¾ÏmÎ/ÇÊÏȨbÎ)$uZøŠn=tã¼çmyè÷Hsd¼çmtR#uäöè%urÇÊÐÈ#sŒÎ*sùçm»tRù&ts%ôìÎ7¨?$$sù¼çmtR#uäöè%ÇÊÑÈ
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. 75 / Al-Qiyamah : 16-18)
            Menurut istilah ’uruf syara’ (ahli agama) ialah nama bagi kalamullaah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang ditulis dalam mushhaf (mushhaf boleh dibaca mishhaf dan mushhaf, maknanya lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan diikat, merupakan buku).(M. Hasbi Ash Shidieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al Qur-an, cetakan ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1954, h. 2)
            Para ahli ushul fiqh menetapkan bahwa Al Qur-an adalah nama bagi keseluruhan  Al Qur-an dan nama bagi suku-sukunya. Maksudnya adalah nama bagi keseluruhannya dan nama bagi ayat-ayatnya. Ini merupakan pendapat para ushul yang dikemukakan dalam Attalwih.
            Singkatnya, bahwa Al Qur-an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW. melalui perantara Malaikat Jibril dengan lafazh yang berbahasa ‘Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk dijadikan hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti dan tha’at kepadanya dan menjadi nilai ‘ibadah bagi mereka yang membacanya.
                Al Qur-an adalah yang dihimpun antara tepian lembar mushhaf yang diawali dengan surat Al-fatihah dan di tutup dengan surat An-nas, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawattir, baik secara lisan maupun tulisan, dari generasi ke generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan pergantian apapun. (Prof. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul fiqh,  Semarang: Dina Utama, 1994, h. 18). Hal ini dibuktikan oleh kalam Allah SWT. di dalam Al-Qur-an :
$¯RÎ)ß`øtwU$uZø9¨tRtø.Ïe%!$#$¯RÎ)ur¼çms9tbqÝàÏÿ»ptm:ÇÒÈ
Artinya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. 15 / Al-Hijr :9)
2.2. Kemu’jizatan Al Qur-an
            Ketika orang-orang kafir enggan mengakui akan adanya kemu’jizatan yang diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu diturunkannya Al Qur-an, Allah SWT. memberi peringatan kepada mereka untuk membuat suatu karya yang semisal dengan Al Qur-an agar orang-orang kafir Quraisy percaya bahwa Al Qur-an merupakan salah satu bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, diantara banyak mereka —sekalipun ahli sya’ir— tetap saja mereka tidak bisa membuat satu surat pun yang bisa menyerupai Al Qur-an.
            Orang-orang musyrik ketika itu telah mengetahui adanya kekuatan yang begitu dahsyat didalam jiwa orang-orang yang mendengarkan, merasakan, dan mengkaji bunyi Al Qur-an. Oleh karena itu, mereka —yang bersikeras mengingkari terhadap kemu’jizatan Al Qur-an— akan sangat khawatir untuk terpengaruh. Akhirnya, mereka pun menganjurkan untuk tidak mendengarkan Al Qur-an lagi. Hal ini terekam dalam Al Qur-an, sebgaimana kalam Allah SWT. :
tA$s%urtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.Ÿw(#qãèyJó¡n@#x»olÎ;Èb#uäöà)ø9$#(#öqtóø9$#urÏmŠÏù÷/ä3ª=yès9tbqç7Î=øós?ÇËÏÈ
Artinya:
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka".
                Dengan demikian, jelaslah bahwa kemu’jizatan Al Qu-an tak hanya terletak pada kalamnya semata, akan tetapi pada dzatnya, bukan karena sesuatu yang ada diluarnya. Dan bukan pula karena hanya tantangan yang diberikan Allah SWT. kepada orang kafir Quraisy semata untuk membuat karya yang serupa dengan Al Qur-an.
Ulama telah mencapai suatu kata sepakat, bahwa Al Qur-an tidaklah hanya melemahkan manusia untuk mendatangakan hal yang semisal dengan Al Qur-an dari satu aspek saja, akan tetapi ia melemahkan mereka dari berbagai aspek yang cukup banyak. Entah itu lafzhiyah, ma’nawiyah, maupun ruhhiyah. Semuanya saling bersinergi, seluruh ummat manusia. Tanpa memandang bulu, tanpa memandang ras. Tak ada perbedaan antara bangsa ini dan bangsa itu, karena hakiatnya khithab Al Qur-an itu adalah untuk semua ummat manusia.
Berikut ini akan kami ungkap beberapa bentuk kemu’jizatan Al Qur-an yang dapat dicapai oleh akal:
1.      Keindahan struktur redaksinya, maknanya, hukum-hukumnya, dan teori-teorinya.
Keindahan redaksional Al Qur-an, tak hanya dikenal hanya oleh orang-orang Arab saja. Tetapi, lebih dari itu bahwa keindahan dari segi redaksional, tata bahasa yang digunakan didalam Al Qur-an dikenal oleh para seniman dan para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab. Dan ternyata mereka —para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan itu— berkesimpulan bahwa ternyata tata bahasa yang digunakan didalam Al Qur-an amat lain dari jenis sya’ir dan karya sastra manusia pada umumnya.

Didalam susunan rrdaksinya, tidak ada kontradiksi antara sebagian ayat dengan ayat yang lainnya. Setiap susunan bahasa itu seseuai dengan keadaan yang ayat-ayatnya tersebut datang lantaran keadaan itu. Setiap lafazhnya proporsional, artinya berada pada posisi yang memang sepantasnya berada ditempat itu. Dan tidak pula ada salah satu dari maknanya bertentangan dengan dengan makna yang lainnya. Demikian pula tak ada pertentangan antara berbagai maknanya dan hukum-hukumnya, tidak juga antara berbagai prinsip dan teori-teorinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar