BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hadirnya Dien
al-islaam, sebagai agama yang integral yang ajarannya dibawa oleh
Rasulullaah SAW dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara lahir dan
bathin. Berbagai petunjuk kehidupan yang terekspose dalam Al Qur-an mengenai
perbuatan manusia telah tertera dan tersusun dengan rapi. Tak heran, jikalau dien
al-islaam diberi predikat sebagai Rahmatanlil’aalamiin.
Islam telah
mengatur hukum-hukum islam yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Islam
memberikan barometer mengenai sesuatu yang benar-salah, sesuatu yang
baik-buruk, dan sebagainya. Semua hukum-hukum mengenai perbuatan seorang manusia
itu tentunya tertera dalam Al Qur-an sebagai sumber hukum yang pertama dalam
Islam. Di dalam Al Qur-an pula terkupas, dari mulai per’ibadahan (‘ubudiyyah)
hingga mu’malah.
Al-islam yang undang-undangnya
adalah Al Qur-an, telah mengajarkan kepada kita mengenai bagaimana kehidupan
yang dinamis dan progressif. Islam mengajarkan kepada kita untuk menghargai
pemakaian akal pikiran melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Islam mengajarkan kehidupan yang seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan
spiritual (QS. Al-Ahzab:77), senantiasa mengembangkan kepedulian sosial (QS.Alma’uun),
menghargai waktu (QS.Al-‘ashr), mengedepankan kualitas, menghargai
perbedaan, bersikap transparan, anti feodalistik, mengutamakan kasih sayang
persaudaraan, bersikap optimis, dan lainnya.
Inilah
keagungan dan kemuliaan dari kemukjizatan Al Qur-an yang turunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. guna untuk menjawab semua persoalan yang terjadi. Tak ada kitab
suci lain yang mengatur seluruh kehidupan secara integral, selain dari Al Qur-an.
Kiranya amat penting sekali bagi ummat islam untuk senantiasa menggali
hukum-hukum yang relevan dengan kehidupannya dengan bereferensi pada sumber
hukum yang paling utama, yakni Al Qur-an.
1.2. Rumusan
Masalah
1. Apa itu Al Qur-an?
2.Bagaimana
kemu’jizatan Al Qur-an?
3.Apa saja
hukum yang ada dalam Al Qur-an?
4. Apa saja
dalalah dalam Al Qur-an?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan
tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu study tugas study Islam.
2.
Mengetahui
peranan Mahasisiwa dalam pembelajaran Agama Islam.
3.
Merekonstruksi
dan mentransformasi sikap profesional yang diperlukan Mahasiswa untuk menunjang
tanggung jawab sebagai Mahasiswa Fakultas Agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ta’rif Al Qur-an
Al Qur-an” secara lughah (etimologi) ialah bacaan atau yang
dibaca. Atau dalam bahasa arab diambil dari kata qara-a, yaqra-u, qur-aanan dan
qiraa-atan, yang bermakna yang dibaca. Kata Al Qur-an adalah mashdar, yang
diartikan isim maf’ul. Sama seperti lafazh ghafara, yaghfiru, ghufran. Ini
selaras dengan kalam Allah SWT. :
wõ8ÌhptéB¾ÏmÎ/y7tR$|¡Ï9@yf÷ètGÏ9ÿ¾ÏmÎ/ÇÊÏȨbÎ)$uZøn=tã¼çmyè÷Hsd¼çmtR#uäöè%urÇÊÐÈ#sÎ*sùçm»tRù&ts%ôìÎ7¨?$$sù¼çmtR#uäöè%ÇÊÑÈ
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami
telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. 75 / Al-Qiyamah
: 16-18)
Menurut istilah
’uruf syara’ (ahli agama) ialah nama bagi kalamullaah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. yang ditulis dalam mushhaf (mushhaf boleh dibaca
mishhaf dan mushhaf, maknanya lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan diikat,
merupakan buku).(M. Hasbi Ash Shidieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al
Qur-an, cetakan ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1954, h. 2)
Para ahli ushul
fiqh menetapkan bahwa Al Qur-an adalah nama bagi keseluruhan Al Qur-an dan nama bagi suku-sukunya.
Maksudnya adalah nama bagi keseluruhannya dan nama bagi ayat-ayatnya. Ini
merupakan pendapat para ushul yang dikemukakan dalam Attalwih.
Singkatnya, bahwa
Al Qur-an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW. melalui perantara
Malaikat Jibril dengan lafazh yang berbahasa ‘Arab dan makna-maknanya yang
benar, untuk dijadikan hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah,
menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti dan tha’at kepadanya dan
menjadi nilai ‘ibadah bagi mereka yang membacanya.
Al Qur-an adalah yang dihimpun antara tepian lembar mushhaf yang
diawali dengan surat Al-fatihah dan di tutup dengan surat An-nas, yang
diriwayatkan kepada kita secara mutawattir, baik secara lisan maupun tulisan,
dari generasi ke generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan pergantian
apapun. (Prof. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, h. 18). Hal
ini dibuktikan oleh kalam Allah SWT. di dalam Al-Qur-an :
$¯RÎ)ß`øtwU$uZø9¨tRtø.Ïe%!$#$¯RÎ)ur¼çms9tbqÝàÏÿ»ptm:ÇÒÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. 15 / Al-Hijr :9)
2.2. Kemu’jizatan Al Qur-an
Ketika orang-orang kafir enggan
mengakui akan adanya kemu’jizatan yang diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu
diturunkannya Al Qur-an, Allah SWT. memberi peringatan kepada mereka untuk
membuat suatu karya yang semisal dengan Al Qur-an agar orang-orang kafir
Quraisy percaya bahwa Al Qur-an merupakan salah satu bukti kerasulan Nabi
Muhammad SAW. Akan tetapi, diantara banyak mereka —sekalipun ahli sya’ir— tetap
saja mereka tidak bisa membuat satu surat pun yang bisa menyerupai Al Qur-an.
Orang-orang
musyrik ketika itu telah mengetahui adanya kekuatan yang begitu dahsyat didalam
jiwa orang-orang yang mendengarkan, merasakan, dan mengkaji bunyi Al Qur-an.
Oleh karena itu, mereka —yang bersikeras mengingkari terhadap kemu’jizatan Al
Qur-an— akan sangat khawatir untuk terpengaruh. Akhirnya, mereka pun
menganjurkan untuk tidak mendengarkan Al Qur-an lagi. Hal ini terekam dalam Al
Qur-an, sebgaimana kalam Allah SWT. :
tA$s%urtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.w(#qãèyJó¡n@#x»olÎ;Èb#uäöà)ø9$#(#öqtóø9$#urÏmÏù÷/ä3ª=yès9tbqç7Î=øós?ÇËÏÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang kafir berkata:
"Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan
buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka".
Dengan demikian, jelaslah bahwa
kemu’jizatan Al Qu-an tak hanya terletak pada kalamnya semata, akan tetapi pada
dzatnya, bukan karena sesuatu yang ada diluarnya. Dan bukan pula karena hanya
tantangan yang diberikan Allah SWT. kepada orang kafir Quraisy semata untuk
membuat karya yang serupa dengan Al Qur-an.
Ulama telah
mencapai suatu kata sepakat, bahwa Al Qur-an tidaklah hanya melemahkan manusia
untuk mendatangakan hal yang semisal dengan Al Qur-an dari satu aspek saja,
akan tetapi ia melemahkan mereka dari berbagai aspek yang cukup banyak. Entah
itu lafzhiyah, ma’nawiyah, maupun ruhhiyah. Semuanya saling bersinergi, seluruh
ummat manusia. Tanpa memandang bulu, tanpa memandang ras. Tak ada perbedaan
antara bangsa ini dan bangsa itu, karena hakiatnya khithab Al Qur-an itu adalah
untuk semua ummat manusia.
Berikut ini akan
kami ungkap beberapa bentuk kemu’jizatan Al Qur-an yang dapat dicapai oleh
akal:
1. Keindahan
struktur redaksinya, maknanya, hukum-hukumnya, dan teori-teorinya.
Keindahan
redaksional Al Qur-an, tak hanya dikenal hanya oleh orang-orang Arab saja.
Tetapi, lebih dari itu bahwa keindahan dari segi redaksional, tata bahasa yang
digunakan didalam Al Qur-an dikenal oleh para seniman dan para ahli yang pernah
mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab. Dan ternyata mereka —para
ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan itu— berkesimpulan bahwa
ternyata tata bahasa yang digunakan didalam Al Qur-an amat lain dari jenis
sya’ir dan karya sastra manusia pada umumnya.
Didalam
susunan redaksinya, tidak ada kontradiksi antara sebagian ayat dengan ayat yang
lainnya. Setiap susunan bahasa itu seseuai dengan keadaan yang ayat-ayatnya
tersebut datang lantaran keadaan itu. Setiap lafazhnya proporsional, artinya
berada pada posisi yang memang sepantasnya berada ditempat itu. Dan tidak pula
ada salah satu dari maknanya bertentangan dengan dengan makna yang lainnya.
Demikian pula tak ada pertentangan antara berbagai maknanya dan hukum-hukumnya,
tidak juga antara berbagai prinsip dan teori-teorinya.
Seandainya
Al Qur-an itu datang dari selain Allah baik secara individu atau kolektif,
niscaya tidak akan terlepas dari kontradiksi antara sebagian susunan tata
bahasanya dengan sebagian lainnya, atau pertentangan antara sebagian maknanya
dengan makna yang lainnya. Karena akal manusia itu, kendatipun telah matang dan
sempurna, tidaklah mungkin untuk membuat
6000 ayat dalam jangka waktu 23 tahun, dimana antara yang satu dan yang
lainnya tidak berbeda-beda dalam level ketinggian sastranya, dan tidak pula ada
kontradiksi antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya mengenai makna yang
dikandungnya.
Dengan
aspek kemu’jizatan inilah, maka Allah memberikan petunjuk dalam kalam-Nya :
xsùr&tbrã/ytFttb#uäöà)ø9$#4öqs9urtb%x.ô`ÏBÏZÏãÎöxî«!$#(#rßy`uqs9ÏmÏù$Zÿ»n=ÏF÷z$##ZÏW2ÇÑËÈ
Artinya :
“Maka Apakah
mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (Q.S.
An-Nisa’ : 82)
Tidak ditemukannya
pertentangan secara gaya bahasa antara parsialitas ayat dengan parsialitas ayat
yang lainnya, atau perbedaan uslub berbagai ayat dalam level nilai sastranya,
maka penyebabnya bukanlah pada perbedaan uslub ayat-ayat itu dalam tingkatan
nilai sastranya, akan tetapi hal itu timbul dari perbedaan topik ayat-ayat itu.
2.
Persesuaian
ayat Al Qur-an dengan teori ilmiah yang dikemukakan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Al Qur-an
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk menjadi hujjah baginya
dan menjadi undang-undang bagi ummat manusia. Jadi, sebenarnya tujuan
prinsipilnya bukanlah mengitsbatkan teori-teori ilmiah dalam penciptaan langit,
bumi, pencitaan manusia, pergerakan benda-benda langit, dan sebagainya. Akan tetapi,
hal itu secara kedudukannya hanyalah sebagai argumentasi dan bukti ilmiah akan
eksistensi (wujud) Allah SWT.
Al Qur-an
datang dngn membawa sejumlah ayat, yang dari ayat-ayat itu kita dapat memahamai
akan adanya hukum-hukum alam dan berbagai ketentuan-ketentuan natural, yang
mana ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu massa akan menyingkap
buktin-bktinya, sekaligu menunjukkan bahwa ayat-ayat yang menguraikan hal itu
adalah benar datang dari Allah SWT. Karena manusia tak mempunyai pengetahuan
semacam itu, dan tak pula bisa menggapai hakikatnya. Istidllal mereka hanya
pada lahiriyah saja. Maka, ketiaka ada sebuah penelitian ilmiah yang
menyingkapkan adanya hukum tertentu, dan ternyata salah satu ayat Al Qur-an
menunjukkan pada hukum alam ini, maka lahirlah bukti baru bahwasanya Al Qur-an
itu merupakan benar datang dari sisi Allah SWT.
Aspek
kemu’jizatan Al Qur-an telah ditunjukkan oleh Allah SWT. melalui kalam-Nya :
ö@è%óOçF÷uäur&bÎ)tb%2ô`ÏBÏZÏã«!$#§NèOLänöxÿ2¾ÏmÎ/ô`tB@|Êr&ô`£JÏBuqèdÎû¥-$s)Ï©7Ïèt/ÇÎËÈóOÎgÎã\y$uZÏF»t#uäÎûÉ-$sùFy$#þÎûuröNÍkŦàÿRr&4Ó®Lymtû¨üt7oKtöNßgs9çm¯Rr&,ptø:$#3öNs9urr&É#õ3ty7În/tÎ/¼çm¯Rr&4n?tãÈe@ä.&äóÓx«îÍkyÇÎÌÈ
Artinya:
“ Katakanlah:
"Bagaimana pendapatmu jika (Al Quran) itu datang dari sisi Allah, kemudian
kamu mengingkarinya. siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu
berada dalam penyimpangan yang jauh?" Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah
cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Diantara kalam
Allah SWT. dalam surat Al-Mu-minuun yang mengemukakan kekuasaan Allah dan
memalingkan pandangan kepada bekas-bekasnya :
ôs)s9ur$oYø)n=yzz`»|¡SM}$#`ÏB7's#»n=ß`ÏiB&ûüÏÛÇÊËȧNèOçm»oYù=yèy_ZpxÿôÜçRÎû9#ts%&ûüÅ3¨BÇÊÌÈ¢Oè$uZø)n=yzspxÿôÜZ9$#Zps)n=tæ$uZø)n=ysùsps)n=yèø9$#ZptóôÒãB$uZø)n=ysùsptóôÒßJø9$#$VJ»sàÏã$tRöq|¡s3sùzO»sàÏèø9$#$VJøtm:¢OèOçm»tRù't±Sr&$¸)ù=yztyz#uä4x8u$t7tFsùª!$#ß`|¡ômr&tûüÉ)Î=»sø:$#ÇÊÍÈ
Artinya :
“Dan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.” (Al Mu-minuun : 12 – 14)
3.
Pemberitahuan
Al Qur-an terhadap peristiwa-peristiwa yang hanya diketahui oleh Allah yang
Maha Mengetahui.
Pemberitahuan Al Qur-an mengenai peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi dimassa yang akan datang, diantaranya adalah kekalahan Bangsa Persia
setelah lebih dahulu kekealahan Bangsa Romawi. Kalam Allah SWT. :
$O!9#ÇÊÈÏMt7Î=äñãPr9$#ÇËÈþÎûoT÷r&ÇÚöF{$#Nèdur-ÆÏiBÏ÷èt/óOÎgÎ6n=yñcqç7Î=øóuyÇÌÈÎûÆìôÒÎ/úüÏZÅ3¬!ãøBF{$#`ÏBã@ö6s%.`ÏBurß÷èt/47ͳtBöqturßytøÿtcqãZÏB÷sßJø9$#ÇÍÈÎóÇuZÎ/«!$#4çÝÇZtÆtBâä!$t±o(uqèdurâÍyèø9$#ÞOÏm§9$#ÇÎÈ
Artinya :
“Alif laam Miim.
Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah
(mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.”(Q.S. Ar-Rum : 1-5)
4.
Kefasihan
lafaz Al Qur-an, dan kuatnya pengaruhnya.
Di dalam Al Qur-an, tak ada satu ayatpun yang tak enak untuk
didengar atau tidak selaras dengan apa yang telah disebutkan sebelumnya atau
yang telah disebutkan sesudahnya.susunan redaksinya berada pada level tertinggi
dalam tata bahasa kesstraannya dalam hal kesesuaiannya dalam situasi dan
kondisi.
Adapun pengaruh kuat Al Qur-an pada sisi jiwa penguasaanya secara
pskologis terhadap hati, maka hal ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang
mempunyai perasaan. Untuk membuktikan hal ini kepada kita, cukup dengan tidak
pernah bosan untuk mendengarnya ketika orang lain membacanya, tak pernah merasa
bosan untuk mengkaji ayat demi ayatnya, tak pernah bosan untuk senantiasa
mentafakkuri dan mentadabburi setiap ayat yang terkandung didalamnya.
Al-walid bin Al-Mughirah, salah seorang musuh Rasulullah yang
paling keras, mengatakan, “Sesungguhnya Al Qur-an mengandung suatu
kemanisan, mengandung suatu keindahan. Dibawahnya terdapat sesuatu yang
menyuburkan, dan diatasnya terdapat sesuatu yang berbuah. Ini bukanlah
perkataan manusia”
2.3. Hukum yang terdapat dalam Al Qur-an
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Al Qur-an menjelaskan
hukum-hukum syara’ secara mujmal (global), sedangkan sunnah yang berfungsi
menjelaskan secara rinci itu untuk tunduk kepadanya, karena pada dasarnya
Assunnah berasal dari Al Qur-an juga, sebagaimana kalam Allah SWT. :
`¨BÆìÏÜãtAqߧ9$#ôs)sùtí$sÛr&©!$#(`tBur4¯<uqs?!$yJsùy7»oYù=yör&öNÎgøn=tæ$ZàÏÿymÇÑÉÈ
Artinya : “Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.” Q.S.Annisa : 80)
Dengan demikian,
Al Qur-an telah menjelaskan hukum-hukum syara’ secara integral. Berikut akan
dijelaskan macam-macam hukum itu secara sekilas. Hukum-hukum Al Qur-an terbagi
ke dalam beberapa bagian:
1. I’tiqadiyah
Hukum i’tiqadiyah, yakni hukum yang berkaitan dengan masalah
aqidah. Jadi pembahasannya fokus pada pembahasan aqidah yang mesti dipegang
oleh seorang Mukallaf. Seperti, Iman kepada Allah, Iman kepada Rasul-Rasul
Allah, Iman kepada hari akhir, Iman kepada qada dan qadar, dan sebagainya.
2.
Hukum
moralitas
Hukum moralitas, yaitu hukum yang berkaitan dengan sesuatu yang
mesti dijadikan perhiasan oleh seorang mukallaf, berupa hal-hal yang fadhilah
dan menghindarkan diri yang dapat menjerumuskan pada jurang kehinaan.
3.
Hukum
amaliyah
Hukum amaliyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan seseuatu yang
timbul dari mukallaf, baik berupa perkataan, perbuatan, ikatan perjanjian
hukum, dan pembelanjaan. Hukum yang ketiga ini adalah fiqh Al Qur-an. Dan
inilah yang disebut dengan sampai kepadanya dengan ilmu ushul fiqh.
Adapun hukum-hukum
amaliyah yang terkandung didalam Al Qur-an terdapat 2 macam, yakni:
1. Ibadah
Al Qur-an telah memerintahkan kepada kita seluruh ibadah yang
difardhukan. Seperti Shalat, Zakat, Hajji, Shaum, Shadaqah, dan segala macam
ibadah lainnya. Hanya saja, Al Qur-an memerintahkannya secara global. Seperti
perintah untuk mengerjakan shalat, Allah tidak enjelaskan secara rinci mengenai
waktu dan rukun-rukun pelaksanaannya. Kemudian, secara implementasi Rasulullah
SAW. menjelaskan secara rinci dan sempurna, yang diikuti dengan Sabdanya:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلُّوا كَمَا
رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Sholatlah kamu sekalian dengan cara sebagaimana kamu melihat aku sholat”
Zakat pun demikian,
yang dijelaskan Rasulullah SAW. dengan bentuk praktek mengumpulkan harta dari
hasil zakat, mengirimkan petunjuk pelaksanaan zakat kepada para amil zakat, dan
sebagainya.
Dan, timbul suatu pertanyaan, mengapa Al Qur-an menjelaskan
masalah-masalah ibadah secara mujmal dan kemudian dirinci oleh Sunnah yang
kebanyakan dengan praktek? Hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa ibadah adalah
inti dari agama islam, yang menjadi tiang bagi tegknya akhlaq seseorang, dan
tolong menolong dikalangan masyarakat. Oleh karena itu, Al Qur-an dan Sunnah
saling memperkuat, untuk mempersempit terjadinya qiyas dan interpretasi
perseorangan.
Karena itu, dasar-dasar pokok ibadah
semuanya terdapat dalam Al Qur-an yang dirni oleh Sunnah dalam bentuk praktek
secara mutawattir, sehingga menjadi ijma’ dikalangan ummat islam. Padahal,
ijma’ tidak pernah terjadi, kecuali dalam masalah ibadah. Hadits-hadits ahad
yang menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibadah adalah sedikit
sekali, dan itupun tidak menyangkut masalah rukun-rukunnya ibadah. Sehingga,
sedikit sekali tejadi perbedaan pendapat dikalangan fuqaha dalam maslah ibadah.
Jika harus terjadi perbedaan pendapat, itupun kebanyakan hanya dalam
masalah-masalah yang tidak menyangkutdasar-dasar fardhunya ibadah atau
rukun-rukunnya, bahkan dalam sebagian bentuk dan keutamaan ibadah.
2.
Hukum
Mu’amalah
Hukum muamalah yaitu hukum yang berkaitan dengan dengan akad,
pembelanjaan, hukuman, pidana, dan lainnya yang bukan ibadah dan dimaksudkan
untuk menghubungkan antar sesama mukallaf baik secara individu, ataupun secara
kolektif.
Menurut istilah
modern, hukum muamalat ini telah dibagi menurut seseuatu yang berkaitan
dengannyadan maksud yang dikehendakinyamenjadi beberapa macam berikut ini.
a.
Hukum Keluarga
Berkenaan dengan masalah
keluarga. Bahkan, jikalau kita kaji, di antara banyak hukum syara’ yang dipaparkan
dalam Al Qur-an, hanya hukum-hukum mengenai keluarga inilah yang dijelaskan
secara terperinci. Misalnya, hukum-hukum tentang pernikahan, mahram,
perceraian, macam-macam ‘iddah dan tempatnya, pembagian waris (fara-idh),
dan lainnya, yang kesemuanya itu dijelaskan secara rinci oleh Al Qur-an, dan
disempurnakan oleh Hadits.
b.
Hukum Pidana
Selain ada hukum keluarga yang dijelaskan secara detail oleh Al
Qur-an, ternyata Al Qur-an juga menjelaskan tentang hukum jinayah (pidana).
Telah banyk pula Al Qur-an menjelaskan tentang hukum-hukum pidana yang menimpa
seseorng atas kejahatan yang menimpa seseorang dalam bentuk qishash yang
didasarkan atas persamaan antara kejahatan dan hukuman. Diantara hukum-hukum
qishash yang dijelaskan dalam Al Qur-an adalah qishash pembunuh, qishash
anggota badan, dan qishash luka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang,
hukumannya adalah dianalogikan dengan qishash, yakni persamaan antara perbuatan
yang dilakukan dengan hukuman.
c.
Hukum Acara
Hukum acara yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadian, kesaksian,
dan sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan
keadilan diantara manusia.
d.
Hukum Perundang-undangan
Hukum perundang-undangan yaitu hukum yang berhubungan dengan
pengaturan pemerintahan dan pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk
menentukan hubungan penguasa dan rakyatdan menetapkan hak-hak individu dan
masyarakat.
e.
Hukum
Tata Negara
Hukum tata negara yaitu hukum yang berelevansi dengan hubungan
antara negara islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non
islam yang berada di Negara Islam, baik dalam keadaan damai, ataupun dalam
suasana peperangan, serta menentukan hubungan antara ummat islam dengan non
islam islam diberbagai negara islam.
f.
Hukum
Ekonomi dan Keuangan
Ini adalah hukum yang bersangkutan dengan orang miskin, baik yang
meminta-minta, berkenaan dengan harta orang kaya, dan pengaturan berbagai
sumber dan perbankan. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan kekayaan
antara orang-orang kaya dan orang-orang kafir, dan antara Negara dan rakyat.
Siapapaun yang belajar dan mempelajari Al Qur-an secara benar, maka
ada yang dapat diambil setelahnya, yaitu bahwa hukum-hukumnya bersifat rinci (tafshilliyyah)
dalam bidang-bidang ibadah, dan bidang-bidang yang disamakan dengannya, yaitu
hukum keluarga dan hukum warisan, kareana kebanyakan hukum ini bersifat
ta’abbudi, dan tidak ada peluang bagi akal didalamnya serta tidak berkembang
bersama dengan perkembangan lingkungan.
Adapun hukum-hukum selain ibadah, seperti hukum pidana, hukum tata
negara, dan hukum ekonomi, maka hukum yang ada didalam Al Qur-an mengenai
semuanya itu hanya kaidah-kaidah secara umum saja dan prinsip-prinsip dasar. Al
Qur-an tidak begitu menyinggung secara detail mengenai masakah tersebut. Karena
sesungguhnya hukum-hukum ini berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan
dan kemaslahatan. Oleh karenanya, Al Qur-an membahasnya secara kaidah-kaidah
umum dan prinsip-prinsip dasar, agar penguasa pada setiap masa leluasa untuk
merinci undang-undang mereka mengenai hal itu sesuai dengan kemaslahatan dalam
batas-batas yang diberikan oleh Al Qur-an tanpa berbentura dengan hukum yang
sudah tertera dalam Al Qur-an.
2.4. Dalalah Ayat Al Qur-an
: Qoth’i dan Zhanni
Nash-nash Al
Qur-an seluruhnya bersifat qoth’i, dari segi kehadirannya dan ketetapannya,
seperti periwayatan Rasulullah SAW. kepada kita. Maksudnya, kita memastikan
bahwa setiap nash Al Qur-an yang dibaca itu adalah hakikat nash Al Qur-an yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat
Jibril. Kemudian, Rasulullah yang ma’shum itu menyampaikannya kepada kita tanpa
ada yang dirubah sedikitpun dari ayat-ayatnya, tidak pula ada penggantian.
Karena, Rasulullah SAW. itu ketika turun ayat, maka ia langsung
menyampaikannnya kepada para shahabat dan membacakannya kepada mereka.
Sementara penulis wahyu, ia menuliskannya, ada yang utuk diri sendirinya. Di
antara mereka banyak yang menghafalnya dan membacanya di dalam shalat mereka.
Rasulullah SAW.
tidaklah wafat melainkan seluruh ayat-ayat Al Qur-an telah dicatat menurut
kebiasaan orang Arab dalam mencatat, dihafalkan didalam hati kebanyakan kaum
Muslimin. Selanjutnya, shahabat Abu Bakar Ashshidiq mealalui perantaraan Zaid
bin tsabit dan sebagian shahabat yang terkenal dnegan mencatat dan
menghafalnya, mengumpulkan Al Qur-an yang dicatat itu, dan menghubungkan
sebagiannya dengan sebagian yang lainnya, dengan menurut urutan yang dibacakan
Rasululah SAW. yang dibacakan kepada para shahbatnya ketika ia masih hidup.
Adapun nash-nash
Al Qur-an itu dari segi dalalahnya terhadap hukum-hukum yang dikandungnya, maka
ia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a.
Nash
yang Qath’i dalalahnya terhadap hukumnya.
b.
Nash
yang zhanni dalalahnya terhadap hukumnya..
Adapun nash yang
qoth’i dalalahnya yaitu nash yang menunjukkan kepada makna yang pemahaman makna
itu dari nash tersebut telah telah tertentudan tidak mengandung takwil, serta
tidak ada peluang untuk memahami makna lainnya dari nash itu.
Misalnya kalam
Allah SWT. :
*öNà6s9urß#óÁÏR$tBx8ts?öNà6ã_ºurør&bÎ)óO©9`ä3t£`ßg©9Ó$s!ur4bÎ*sùtb$2 Æßgs9Ó$s!urãNà6n=sùßìç/9$#$£JÏBz`ò2ts?4.`ÏBÏ÷èt/7p§Ï¹urúüϹqã!$ygÎ/÷rr&&úøïy4 Æßgs9urßìç/9$#$£JÏBóOçFø.ts?bÎ)öN©9`à6töNä3©9Ós9ur4bÎ*sùtb$2öNà6s9Ó$s!ur£`ßgn=sùß`ßJV9$#$£JÏBLäêò2ts?4.`ÏiBÏ÷èt/7p§Ï¹urcqß¹qè?!$ygÎ/÷rr&&ûøïy3bÎ)urc%x.×@ã_uß^uqã»'s#»n=2Írr&×or&tøB$#ÿ¼ã&s!urîr&÷rr&×M÷zé&Èe@ä3Î=sù7Ïnºur$yJßg÷YÏiBâ¨ß¡9$#4bÎ*sù(#þqçR%2usYò2r&`ÏBy7Ï9ºsôMßgsùâä!%2uà°ÎûÏ]è=W9$#4.`ÏBÏ÷èt/7p§Ï¹ur4Ó|»qã!$pkÍ5÷rr&Aûøïyuöxî9h!$ÒãB4Zp§Ï¹urz`ÏiB«!$#3ª!$#uríOÎ=tæÒOÎ=ymÇÊËÈ
Artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.(Q.S. Annisa:12)
Ayat ini adalah qath’i dalalahnya, bahwa sebahagian suami dalam
kondisi seperti ini adalah seperdua, tak bisa yang lainnya.
Juga Kalam Allah SWT. mengenai orang
yang berzina:
èpuÏR#¨9$#ÎT#¨9$#ur(#rà$Î#ô_$$sù¨@ä.7Ïnºur$yJåk÷]ÏiBsps($ÏB;ot$ù#y_(wur/ä.õè{ù's?$yJÍkÍ5×psùù&uÎûÈûïÏ«!$#bÎ)÷LäêZä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#urÌÅzFy$#(ôpkô¶uø9ur$yJåku5#xtã×pxÿͬ!$sÛz`ÏiBtûüÏZÏB÷sßJø9$#ÇËÈ
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Q.S. Annur:2)
Sedangkan
nash yang zhanni dalalahnya ialah nash yang menunjukkan atas suatu makna, akan
tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan dari makna ini ke makna yang
lainnya dimaksudkan darinya. Misalnya kalam Allah SWT. :
àM»s)¯=sÜßJø9$#urÆóÁ/utIt£`ÎgÅ¡àÿRr'Î/spsW»n=rO&äÿrãè%4wur@Ïts£`çlm;br&z`ôJçFõ3t$tBt,n=y{ª!$#þÎû£`ÎgÏB%tnör&bÎ)£`ä.£`ÏB÷sã«!$$Î/ÏQöquø9$#urÌÅzFy$#4£`åkçJs9qãèç/ur,ymr&£`ÏdÏjtÎ/Îûy7Ï9ºs÷bÎ)(#ÿrß#ur&$[s»n=ô¹Î)4£`çlm;urã@÷WÏBÏ%©!$#£`Íkön=tãÅ$rá÷èpRùQ$$Î/4ÉA$y_Ìh=Ï9ur£`Íkön=tã×py_uy3ª!$#urîÍtãîLìÅ3ymÇËËÑÈ
Artinya:
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-
Baqarah : 288)
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Ditinjau dari segi terminologi, Al
Qur-an adalah kalam Allah yang diaturunkan kepada Nabi Muhammad melalui
perantara malaikat Jibril, yang di mulai dengan surat Al Fatihah, dan di akhiri
dengan surat Annas, dan bagi yang membacanya mendapat pahala.
Al
Qur-an memiliki nilai kemu’jizatan yang sangat tinggi. Diantarnya sebagian
diantara para ‘ulama menyebutkannya melalui isyarat, yakni syari’at yang
terkandung didalamnya. Syari’at Al Qur-an memberikan memberikan kemerdekaan
yang penuh bagi setiap orang laki-laki dan perempuan yang sudah mencapai usia
baligh, memperlakukan hamba sahaya dengan penuh kasih sayang dan mempersempit
perbudakan sertaserta memperluas kemerdekaan dan menciptakanperaturan khusus
untuk mereka.
Di
dalam Al Qur-an, banyak sekali terkandung hukum-hukum syara’ yang berkaitan
dengan ibadah dan Muamalah. Di dalam hukum ibadah misalnya, Al Qur-an
menjelaskan tentang perintah Allah SWT. kepada kita mengenai Shalat. Walaupun
memang perintah tersebut bersifat global. Contoh lainnya adalah dalam hal Hukum
Mu’amalah. Allah AWT. telah menjelaskan pokok-pokok mu’amalah kehartabendaan
yang adil dan dipbolehkan dalam Al Qur-an. Adapun dasar yang dijadikan prinsip
dalam mu’amalah kehartabendaan , ada 2 hal, yaitu: melarang memakan makanan
yang bathil, serta saling merelakan.
Di
tinjau dari segi dalalahnya, bahwa nash-nash Al Qur-an semuanya bersifat qath’i
dari segi kehadirannya dan ketetapannya dan periwayatan Rasulullah SAW. kepada
kita. Adapun berdasarkan hukum-hukum yang dikandungnya, maka ia terbagi menjadi
2 bagian, yaitu: Nash qath’i dalalahnya terhadap hukumnya, dan nash yang zhanni
dalalahnya terhadap hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wahhab
Khallaf, Abdul.1994. Ilmu Ushul Fifh.Semarang:Dina Utama
Abu
Zahrah, Muhammad.1994. Ushul Fiqh. Jakarta:Pustaka Firdaus
Ashshidqie,
Hasbi.1954. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur-an. Jakarta:Bulan Bintang
Hakim
Hamid, ‘Abdul.2007. assulaam. Jakarta:Pustaka Sa’diyah Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar