RIBA DALAM PERSPEKTIF
AGAMA DAN SEJARAH
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Perbankan Syari’ah di Indonesia
dosen pengampu : Faisal Abdul Haris, S.E.
di susun oleh:
Rois Muhammad Zaky I
000 090 024
Toha Idi Sambodo I
000 090 026
Turip Widodo I
000 090 027
Joko Sunaryo I
000 090 031
Julaikah I
000 090 032
M. Khoirin I 000
090 033
Heri Saputro I
000 090 034
Fatihah Nisaul Lathifah I 000 110 027
PROGRAM STUDI MU’AMALAT
(SYARI’AH)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2011
PENDAHULUAN
Dari berbagai perdebatan soal ekonomi Islam vs konvensional,
perbandingan mengenai praktek pembiayaan dan transaksi finansial adalah yang
paling sering dibahas. Selain paling sering, perdebatan di ranah ini juga yang
paling spesifik dan terstruktur dibandingkan, misalnya, persoalan moralitas dan
keadilan.
Hal ini tentunya tidak bisa terlepas dari sejarah ekonomi modern.
Penemuan mekanisme pembiayaan transaksi, yang mendorong lahirnya sistem dan
lembaga keuangan, adalah hal yang tak terpisahkan dalam kapitalisme. Uang
adalah ”darah” perekonomian. Adanya institusi yang kuat untuk mengatur
peredaran uang adalah kunci kemajuan perekonomian.
Perbedaan (dan pembedaan) antara sistem keuangan dan perbankan Islam
dan konvensional berujung pada satu pertanyaan: Apakah bunga halal atau haram
(riba)?[1]
Perdebatan ini sudah berlangsung lama. Masing-masing pihak–baik yang mengatakan
haram atau tidak–punya argumen yang valid. Demikian akan dipaparkan perbandingan
Riba dan Bunga pada praktek bank.
PEMBAHASAN
RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN SEJARAH
- Definisi
dan jenis-jenis riba
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah
(tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh
dan membesar. Secara umum, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok
atau modal secara batil, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam yang
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Allah SWT menyebutkan dalam
Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil...” (An-Nisaa’: 29)
Sejalan dengan pengertian diatas, Ibnu Arabi dan
Imam Sarakhsi menyebutkan bahwa Riba adalah penambahan atas harta pokok, tanpa
adanya suatu padanan atau transaksi penyeimbang yang dibenarkan syari’ah atas
penambahan itu. Maksud transaksi penyeimbang ini adalah transaksi bisnis atau
komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti
dalam transaksi sewa, si penyewa membayar atas manfaat sewa yang dinikmati dan
karena menurunnya nilai ekonomis barang sewaan setelah dipakai. Demikian juga
dalam proyek bagi hasil, para peserta berhak mendapat keuntungan karena
disamping menyertakan modal juga turut menanggung kemungkinan resiko.
Lain halnya dalam
transaksi konvensional, simpan pinjam dananya mengambil tambahan dalam bentuk
bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali
kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang
tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk harus mutlak
selalu, tidak boleh tidak dan pasti untung dalam setiap penggunaan
kesempatan tersebut. Imam Nawawi menyebutkan bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu.
Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama
pinjaman. Bunga sendiri dalam undang-undang Romawi berarti potongan yang diberikan akibat
kerusakan atau kerugian yang
ditanggung si pemberi
hutang akibat kegagalan peminjam untuk mengembalikan
pinjaman pada saat yang ditentukan. Dalam
istilah lain bunga
memiliki arti sebagai
memiliki arti sebagai
harga atau kompensasi atau
ganti rugi yang
dibayarkan untuk penggunaan uang
selama suatu jangka
waktu.[2]
Secara garis besar, M. Syafi’i Antonio[3]
mengelompokkan riba menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli.
Kemudian keduanya terbagi menjadi:
a. Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
b. Riba Jahiliyyah, yaitu utang yang dibayar lebih dari pokoknya
karena pada waktu yang ditetapkan si peminjam tidak mampu membayar utangnya.
Hal ini seperti yang disebutkan oleh Qatadah, Zaid bin Aslam dan Ahmad bin
Hanbal.
c. Riba Fadhl, yaitu pertukaran antarbarang sejenis dengan
kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan
jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba
ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
- Jenis-jenis
barang ribawi
Para ahli fiqh Islam telah membahas masalah riba
dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam
kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang
intinya bahwa barang ribawi meliputi:
a.
Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
b.
Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum dan jagung, serta bahan makanan
tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitannya dengan perbankan syari’ah,
implikasi ketentuan tukar-menukar barang ribawi dapat diuraikan sebagai
berikut.
a.
Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan
kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli.
Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp. 5.000,00 dan Rp. 5.000,00 dan
diserahkan ketika tukar menukar.
b.
Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan
dengan jumlah dan kadar yang berbeda, dengan syarat barang diserahkan pada saat
akad jual beli. Misalnya, Rp. 9.000,00 dengan 1 dollar Amerika
c.
Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk
sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya, mata uang
dengan pakaian.
d.
Jual beli antara barnag-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa
persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang
elektronik.
- Larangan
riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Ada empat tahapan pelarangan riba yang disebutkan
dalam al-Qur’an[4]. Tahap pertama
meluruskan anggapan bahwa pinjaman riba yang seolah-olah menolong mereka yang
memerlukan, dan sarana bertaqarrub kepada Allah SWT, dalam surat Ar-Ruum: 39,
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh‘ (#uqç/÷ŽzÏj9 þ’Îû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ y‰YÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y— šcr߉ƒÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Tahap kedua, menggambarkan Riba sebagai
sesuatu yang buruk dan mengancam akan memberi balasan yang keras. Dalam surat
an-Nisaa: 160-161,
5Où=ÝàÎ6sù
z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rߊ$yd $oYøB§ym öNÍköŽn=tã BM»t7ÍhŠsÛ ôM¯=Ïmé& öNçlm; öNÏdÏd‰|ÁÎ/ur `tã È@‹Î6y™ «!$# #ZŽÏWx. ÇÊÏÉÈ ãNÏdÉ‹÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ô‰s%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRô‰tGôãr&ur tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#x‹tã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan
riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Tahap ketiga riba diharamkan dengan
dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda. Dalam surat Ali Imran: 130,
$yg•ƒr'¯»tƒ
šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ҕB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. Dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Tahap terakhir, Allah SWT dengan tegas
mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, yang merupakan
ayat terakhir diturunkan berkaitan dengan riba. Dalam surat al-Baqarah:
278-279,
$yg•ƒr'¯»tƒ
šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râ‘sŒur $tB u’Å+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷s•B ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qß™u‘ur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ‘ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Larangan riba dalam Sunnah diantaranya adalah pada amanat
terakhir Nabi tanggal 9 Dzulhijjah 10 H, Rasulullah SAW menekankan sikap Islam yang
melarang Riba,
“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia
pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh
karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah
hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan
masuk syurga dan tidak mendapat petunjuk-Nya. Yaitu peminum arak, pemakan riba,
pemakan harta anak yatim dan mereka yang tidak bertanggungjawab/menelantarkan
ibu-bapaknya.”
- Konsep
riba dalam perspektif non muslim
Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat
Islam, tetapi berbagai kalangan diluar Islam pun memandang serius persoalan ini.
Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari
dua ribu tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi,
Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai
pandangan tersendiri mengenai riba.
a. Konsep Bunga di Kalangan
Yahudi
Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan
pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik
dalam Perjanjian Lama, maupun Undang-undang Talmud.
Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25
menyatakan,
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang
miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang
terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”
Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19
menyatakan,
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan
makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
Kitab Levicitus (Imamat) pasal 25
ayat 36-37 menyatakan,
“Janganlah engkau mengambil bunga atau riba darinya, melainkan engkau harus
takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau
memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau
berikan dengan meminta riba.”
b. Konsep Bunga di Kalangan Yunani
dan Romawi
Pada masa Yunani, sekitar
abad VI SM hingga 1 M, telah terdapat beberapa jenis bunga. Besarnya bunga
tersebut bervariasi bergantung pada kegunaannya. Secara umum, nilai bunga
tersebut dikategorikan sebagai berikut:
Pinjaman Biasa
|
6 % - 18 %
|
Pinjaman Properti
|
6 % - 12 %
|
Pinjaman Antarkota
|
7 % - 12 %
|
Pinjaman Perdagangan dan Industri
|
12 % - 18 %
|
Riba pada
masa Yunani
Pada masa Romawi, sekitar abad V SM hingga 6 M,
terdapat undang-undang yang berlaku dan membenarkan penduduknya mengambil bunga
selama bunga tersebut sesuai dengan tingkat maksimal yang dibenarkan hukum (maximum
legal rate). Nilai suku bunga ini berubah-ubah sesuai dengan berubahnya
waktu. Meskipun undang-undang membenarkan pengambilan bunga, tetapi
pengambilannya tidak dibenarkan dengan cara bunga berbunga (double countable).
Padahal pada masa awal Romawi, yaitu pemerintahan Genucia
(342 SM), kegiatan pengambilan bunga tidak diperbolehkan. Akan tetapi, pada
masa Unicaria (88 SM), praktik tersebut menjadi diperbolehkan. Terdapat empat
jenis tingkar bunga pada zaman Romawi, yaitu sebagai berikut:
Bunga maksimal yang dibenarkan
|
8 % - 12 %
|
Bunga pinjaman biasa di Roma
|
4 % - 12 %
|
Bunga untuk wilayah (daerah taklukan Roma)
|
6 % - 100 %
|
Bunga khusus Byzantium
|
4 % - 12 %
|
Riba pada
masa Romawi
Meskipun demikian, praktik pengambilan bunga dikecam
oleh para ahli filsafat Romawi maupun Yunani. Mereka memandang bunga adalah
sesuatu yang tidak sehat, hina dan keji. Pandangan ini juga dianut oleh
masyarakat umum pada waktu itu.
Diantaranya Plato (427-347 SM) menyatakan:
pertama, bunga menyebabkan perpecahan
dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua bunga merupakan alat golongan
kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Dan Aristoteles (384-322 SM) menyatakan
bahwa fungsi uang adalah sebagai alat tukar, bukan alat untuk menghasilkan
tambahan melalui bunga. Pengambilan bunga secara tidak tetap merupakan sesuatu
yang tidak adil. Adapula Cato (234-149 SM) melukiskan bunga dengan sesuatu yang
tidak pantas dan pada masanya pelaku bunga didenda lebih tinggi daripada
pencuri.
c. Konsep Bunga di Kalangan
Kristen
Di dalam Perjanjian Baru Kitab Lukas 6: 34-35
disebutkan bahwa:
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada
orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu?
Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima
kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada
mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar
dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi sebab Ia baik terhadap
orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan orang-orang yang jahat.”
Ada tiga pandangan Kristen terhadap ayat tersebut.
Pertama pandangan pendeta awal Kristen (abad I-XII) yagn secara mutlak mengharamkan
bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII-XVI) yang berkeinginan agar
bunga diperbolehkan, serta pandangan para reformis Kristen (abad XVI-tahun
1836), seperti John Calvin, Saumise dan Charles du Moulin. Calvin menyebutkan
bahwa:
-
Dosa apabila bunga memberatkan
-
Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles)
-
Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi
-
Jangan mengambil bunga dari orang miskin
Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan
bunga walaupun dari orang miskin. Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga
yang sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan
produktif.
d. Ekonom Klasik dan
Kapitalis
Ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith dan Ricardo
menganggap bunga sebagai ganti rugi yang dibayarkan si peminjam kepada yang meminjamkan,
untuk laba yang akan dibuat si peminjam dengan menggunakan uang dari pihak yang
meminjamkan. Tetapi mereka tidak menjelaskan bagaimana mengaitkan laba yang
berubah-ubah dengan bunga yang tetap.[5]
Namun, selanjutnya Lord Keynes, seorang ahli ekonomi kapitalis, menyatakan
bahwa kekurangan ekonomi kapitalis dapat dihilangkan bila sistem bunga dihapus,
ia pun mengakui konsep Islam tentang perbankan dan menganjurkan agar rakyat
memperoleh uang dengan usaha.[6]
- Alasan
Pembenaran Pengambilan Riba[7]
a.
Alasan
Darurat
Alasan darurat adalah alasan paling klasik dan paling sering
terdengar atas dibolehkannya bank ribawi. Biasanya dalil yang digunakan adalah
Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi Ad-dharuratu Tubihul Mahzhurat : dharurat itu
membolehkan mahzurot / yang dilarang.
Pendapat seperti ini pada dasarnya mengakui haramnya riba pada
bank-bank konvensional. Namun barangkali karena tidak punya alternatif lain,
terutama di masa sulit era awal orde baru, banyak pendapat orang yang dengan
terpaksa membolehkannya.
Jawaban :
Pendapat seperti di atas bila dikaitkan dengan kondisi sekarang
sudah tidak sesuai lagi. Karena kaidah fiqiyah yang berkaitan dengan darurat
itu masih ada kaidah lainnya yaitu Ad-Dharuratu Tuqaddar Bi Qadriha bahwa
darurat itu harus dibatasi sesuai dengan kadarnya.
As-Suyuti menjelaskan tentang sifat darurat, yaitu apabila seseorang
tidak segera melakukan sesuatu tindakan yang cepat, akan membawa pada jurang
kematian. Padahal bila kita tidak menabung di bank konvensional tetapi di bank
syariah, kita tidak akan celaka atau mati.
Sedang Dr. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa situasi darurat itu seperti seseorang
yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan kecuali daging babi yang
diharamkan. Dalam keadaan itu Allah menghalalkan dengan dua batasan.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173).
Sedangkan umat Islam banyak yang menabung di bank konvensional bukan
karena hampir mati tidak ada makanan, justru banyak yang tergiur oleh hadiah
yang ditawarkan. Jadi dalam hal ini kata darurat sudah tidak relevan lagi.
Di Indonesia sendiri bank yang berpraktek secara Islami dan bebas
riba telah banyak bermunculan,
diantaranya Bank
Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri yang merupakan bank milik pemerintah pertama
yang menerapkan syariah.
b.
Yang
Haram Adalah Yang Berlipat Ganda
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bunga bank hanya dikategorikan
riba bila sudah berlipat ganda dan memberatkan, sedangkan bila kecil dan
wajar-wajar saja dibenarkan. Pendapat ini berasal dari pemahaman yang salah
tentang surat Ali Imran ayat 130 pada
kata adh’afan mudho’afan.
Jawaban :
Memang sepintas ayat ini hanya melarang riba yang berlipat ganda.
Akan tetapi bila kita cermati lebih dalam serta dikaitkan dengan ayat-ayat lain
secara lebih komprehensif, maka akan kita dapat kesimpulan bahwa riba dengan segala macam
bentuknya mutlak diharamkan. Paling tidak ada dua jawaban atas argumen di atas
:
Kata adh’afan yang berarti berlipat ganda itu
harus dii’rab sebagai haal yang berarti sifat riba dan sama sekali bukan syarat
riba yang diharamkan. Ayat ini tidak dipahami bahwa riba yang diharamkan
hanyalah yang berlipat ganda, tetapi menegaskan karakteristik riba yang secara
umum punya kecendrungan untuk berlipat ganda sesuai dengan berjalannya waktu.
Hal seperti itu diungkapkan oleh Syeikh Dr. Umar bin Abdul Aziz
Al-Matruk, penulis buku Ar-Riba wal Mua’amalat al-Mashrafiyah fi Nadzri
ash-Shariah al-Islamiyah.
Perlu direnungi penggunaan mafhum mukholafah dalam ayat ini salah
kaprah, tidak sesuai dengan siyaqul kalam, konteks antar ayat, kronologis
penurunan wahyu maupun sabda Rasulullah SAW. Secara sederhana bila kita gunakan mafhum mukholafah yang
berarti konsekuensi terbalik secara sembarangan, akan melahirkan penafsiran
yang keliru. Sebagai contoh, bila ayat tentang zina dipahami secara mafhum
mukholafah, jangan dekati zina. Maka yang tidak boleh mendekati, berarti zina
itu sendiri tidak dilarang. Begitu juga daging babi, yang dilarang makan
dagingnya, sedang kulit, tulang, lemak tidak disebutkan secara eksplisit.
Apakah berarti semuanya halal? Tentu tidak.
Secara linguistik kata (Adh-’af) adalah jamak dari (Dhi’f) yang
berarti kelipatan-kelipatan. Dalam
bahasa Arab, bentuk jama’ itu minimal adalah tiga.
Dengan demikian Adh’af berarti 3×2 = 6. Adapun (Mudha’afa) dalam ayat itu
menjadi ta’kid atau penguat. Dengan demikian, kalau berlipat ganda itu
dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus enam kai
lipat atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil
terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam.
c.
Yang
Haram Melakukan Riba Adalah Individu Bukan Badan Hukum
Bank adalah sebuah badan hukum dan bukan individu. Karena bukan
individu, maka bank tidak mendapat beban / taklif dari Allah. Seperti yang
sering disebutkan sebagai syarat mukallaf antara lain : akil, baligh, tamyiz
dan seterusnya. Bank tidak akil, baligh dan tamyiz. Artinya bukanlah mukallaf.
Sehingga praktek bank tidak termasuk berdosa, karena yang dapat berdosa adalah
individu. Ketika ayat riba turun di jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga
keuangan. Dengan demikian bank LIPPO, BCA, Danamon dan lainnya tidak terkena
hukum taklif, karena pada saat Nabi Hidup belum ada.
Pendapat seperti ini pernah dikemukakan oleh Dr. Ibrahim Hosen dalam
sebuah workshop on bank and banking interest, disponsori oleh Majelis Ulama
Indonesia pada tahun 1990.
Jawaban :
Argumen ini memiliki kelemahan dari beberapa sisi, yaitu tidak benar bahwa pada
zaman nabi tidak ada badan keuangan sama sekali. Sejarah Roma, Persia dan
Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak
penguasa. Dengan kata lain, perseroan mereka masuk dalam lembaran negara.
Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut
sebagai juridical personality atau syakhshiyyah hukmiyah. Juridical personality
ini sah secara hukum dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
Bank memang bukan insan mukallaf, tetapi melakukan amal mukallaf
yang jauh lebih besar dan berbahaya. Alangkah naifnya bila kita mengatakan
bahwa sebuah gank mafia pengedar drugs dan narkotika tidak berdosa dan tidak
terkena hukum karena merupakan sebuah lembaga dan bukan insan mukallaf.
Demikian juga lembaga keuangan, apa bedanya dengan seorang rentenir pemakan darah
masyarakat? Bedanya, yang satu seorang individu yang beroperasi tingkat RT dan
RW, sedang yang lainnya adalah kumpulan dari individu-individu yang secara
terorganisis dan modal raksasa melakukan operasi renten dan pemerasan tingkat
tinggi dalam skala nasional bahkan internasional dan mendapat aspek legalitas
dari hukum sekuler.
d.
Yang
haram adalah yang konsumtif
Pendapat ini mengatakan bahwa riba yang diharamkan hanya bersifat
konsumtif saja. Sedangkan riba yang bersifat produktif tidak haram. Alasan yang
digunakan adalah ‘illat dari riba yaitu pemerasan. Dan pemerasan ini hanya
dapat terjadi pada bentuk pinjaman yang konsumtif saja. Sebab debitur bermaksud
menggunakan uangnya untuk menutupi kebutuhan pokoknya saja seperti makan,
minum, pakaian, rumah dan lain-lain.
Debitur melakukan itu karena darurat dan tidak punya jalan lain.
Maka mengambil untung dari praktek konsumtif seperti ini haram. Dewasa ini
telah terjadi perubahan pandangan karena terjadinya perubahan pada bentuk
pinjaman setelah berdirinya bank. Debitur (peminjam) tidak lagi dipandang
sebagai pihak lemah yang dapat diperas oleh kreditur dalam hal ini bank. Selain
itu kreditur tidak pula memaksakan kehendaknya kepada debitur.
Yang terjadi justru sebaliknya, debiturlah yang menjadi pihak yang kuat
yang dapat menentukan syarat dan kemauannya kepada kreditur. Jadi bank menjadi
debitur karena meminjam uang kepada nasabah. Sedangkan nasabah menjadi kreditur
karena meminjaminya. Namun bank bukan lagi peminjam yang lemah, justru menjadi
pihak yang kuat.
Karena cara-cara yang sekarang berjalan sama sekali berbeda dengan
sebelumnya, maka harus dibedakan antara pinjaman produktif dan konsumtif.
Pinjaman produktif hukumnya halal dan pinjaman konsumtif hukumnya haram.
Pendapat ini didukung oleh Dr. Muhammad Ma’ruf Dawalibi dalam Muktamar
Hukum Islam di Perancis bulan Juli 1951 yang berkata :”Pinjaman yang diharamkan
hanyalah pinjaman yang berbentuk konsumtif, sedangkan yang berbentuk produktif
tidak diharamkan. Karena yang dilarang Islam hanyalah yang konsumtif.
Jawaban :
Orang yang beranggapan bahwa pemerasan itu hanya ada pada pinjaman
konsumtif dan tidak ada pada pinjaman produktif adalah tidak beralasan. Sebab
pinjaman produktif pun juga bersifat pemerasan. Sebagai bukti bahwa bank-bank
dewasa ini memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Tetapi memberikan porsi
yang sangat kecil dari keuntungannya itu kepada deposan. Para ulama menetapkan
bahwa pinjaman yang diharamkan Al-Quran adalah pinjaman jahiliyah. Ketika
mereka melakukan peminjaman sesama mereka tentu untuk usah mereka dalam sekala
besar.
Tidak mungkin bagi mereka yang termasuk tokoh saudagar besar dan
pemilik modal seperti Abbas bin Abdul Muttalib atau Khalid bin Walid melakukan
pemerasan kepada orang yang lemah dan miskin. Mereka terkenal sebagai dermawan
besar dan bangga disebut sebagai dermawan. Mereka punya kebiasaan menyantuni
orang lapar dan memberi pakaian. Pinjaman yang bersifat konsumtif tidak terjadi
antar mereka. Justru pinajam produktif yang di dalam Al-Quran mereka memang
dikenal sebagai pedang yang melakukan perjalan musim dingin ke Yaman dan musim
panas ke Syam. Masyarakat Quraisy umumnya adalah pedagang dan pemodal sehingga
pinjaman-pinjaman waktu itu memang untuk kebutuhan perdagangan yang bersifat
produktif dan bukan konsumtif.
- Perbedaan
Istilah Bunga, Investasi dan Bagi Hasil
Islam mendorong ke arah usaha nyata dan produktif.
Secara definitif, investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena
berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya
(return) tidak pasti dan tidak tetap. Sedangkan membungakan uang adalah
kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembaliannya
berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Perbedaan keduanya adalah dalam
unsur perolehan kembaliannya yang sesuai dengan usaha yang sah.
Adapun antara bunga dan bagi hasil keduanya
sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun ada perbedaan jelas
berupa:
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
a. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
|
a. Penentuan besarnya
rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi
|
b. Besarnya persentase
berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
|
b. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
c. Pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi
|
c. Bagi hasil yang bergantung
pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua pihak
|
d. Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi
sedang booming
|
d. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
|
e. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam
|
e. Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil
|
- Berbagai
Fatwa Tentang Riba
a.
Majelis
Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c : �bank
dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal �bank
yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku,
termasuk perkara musytabihat.
b.
Lajnah
Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun 1982.
Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara mutlak dan
hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba sehingga hukumnya
boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya syubhat.
c.
Organisasi
Konferensi Islam (OKI)
Semua peserta sidang OKI yang berlangsung di Karachi, Pakistan bulan
Desember 1970 telah menyepakati dua hal : Praktek Bank dengan sistem bunga
adalah tidak sesuai dengan syariah Islam Perlu segera didirikan bank-bank
alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
d.
Mufti
Negara Mesir
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989
menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang
diharamkan.
e.
Konsul
Kajian Islam Dunia
Ulama-ulama
besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan hukum yang tegas
terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman
praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Diantara
300 ulama itu tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof . Abu Zahra, Prof.
Abdullah Darraz,
Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga
dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.
- Dampak
Negatif Riba
Adiwarman Karim
menyebutkan bahwa Imam ar-Razi menjelaskan alasan Islam melarang sistem
riba diantaranya adalah; riba mengambil harta si peminjam secara tidak adil,
riba membuat seseorang malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk tenang
menunggu uangnya berbunga, riba merendahkan martabat manusia karena untuk
memenuhi hasratnya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi
walaupun akhirnya dikejar-kejar penagih utang, riba membuat yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin.[8]
Syafi’i Antonio menambahkan, masih menurut Imam ar-Razi, bahwa bunga merampas
kekayaan orang lain, merusak moralitas, melahirkan kebencian dan permusuhan.[9]
Adapula yang menyebutkan dampak negatif riba
adalah[10]:
- Bagi
jiwa manusia
Hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak
mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan
rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang
lain.
- Bagi
sosial masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta-kasta yang
saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya
kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan
pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat.
- Bagi
roda pergerakan ekonomi
1)
Dampak
sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
2)
Sistem
ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang
sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997
dan sampai saat ini.s
3)
Di bawah
sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin
terjadi secara konstan, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
4)
Suku bunga
juga berpengaruh terhadap investasi, harga produksi dan terciptanya pengangguran.
5)
Teori
ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan
inflasi.
6) Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan
negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam,
sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Konsep riba yang kemudian
disamakan dengan bunga terdapat dalam berbagai golongan di dunia. Baik Islam,
Yahudi, Kristen, Yunani dan Romawi. Semuanya menyebutkan bahwa bunga mempunyai
unsur yang menyebabkannya dilarang untuk digunakan. Juga mempunyai sebab
dominan kepada dampak negatif yang telah disebutkan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Hosen, Ir. H. M. Nadratuzzaman dan
Tim Penulis. 2007. Menjawab Keraguan Umat Islam terhadap Bank Syari’ah.
Jakarta: PKES Publishing. (http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/Menjawabkeraguan_PKES_secure.pdf)
Karim, Adiwarman Aswar. 2001. Ekonomi
Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Mannan, Muhammad Abdul. 1997. Teori
dan Praktek Ekonomi Islam. Diterjemahkan oleh M. Tasnangin. Yogyakarta: PT
Dana Bhakti Prima Yasa.
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank
Syari’ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
http://elfadhi.wordpress.com/2007/04/07/riba-bunga-bank-konvensional/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2011 pukul 07.04.
http://islamlib.com/id/artikel/ekonomi-islam-dan-soal-bunga-bank
diakses pada tanggal 3 Oktober 2011
pukul 07.10.
http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/24/pandangan-fiqh-muamalah-dan-ekonomi-islam-terhadap-riba-dan-bunga-bank/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2011 pukul 07.05.
[2] Hosen, Ir. H. M. Nadratuzzaman dan tim penulis. 2007. Menjawab
Keraguan Umat Islam terhadap Bank Syari’ah. Jakarta: PKES Publishing. hlm
21.
http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/Menjawabkeraguan_PKES_secure.pdf
[3] Syafi’i Antonio,
Muhammad. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Press. hlm. 41.
[5] Mannan, Muhammad Abdul.
1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa. Diterjemahkan oleh M. Tasnangin, hlm. 121.
[8] Karim, Adiwarman Azwar.
2001. Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani
Press. hlm 71
NAMA SAYA: MRS MARIA ARTIKA
BalasHapusNEGARA: INDONESIA
CITY: BATU MALANG JATIMMY
WHATSAPP: +62 877-4316-8500
PINJAMAN PINJAMAN: Rp350.000.000,00
EMAIL SAYA: mariaartika27@gmail.com
Saya ingin memulai dengan berterima kasih kepada Tuhan atas karunia kehidupan.
Nama saya MRS MARIA ARTIKA dan saya ingin berbagi cerita yang bagus tentang KARINA ROLAND LOAN COMPANY. Favorite, perusahaan yang layak secara finansial yang membuat hidup saya berputar.
Saya telah mengalami kesulitan keuangan selama beberapa waktu dan saya harus meminjam dari teman-teman saya karena saya berharap untuk membayar mereka kembali setelah menerima pembayaran saya.
Dan ketika menghadapi hidup saya berubah menjadi yang terburuk, saya dipecat dari pekerjaan dan saya kehilangan ibu saya beberapa bulan kemudian. Setelah ibu saya dimakamkan, teman-teman saya mulai meminta uang mereka kembali.
Tetapi kompilasi saya mengira hidup saya sudah berakhir, saya sebenarnya mencoba untuk pergi, sekarang ALLAH menggunakan teman dan tetangga saya Rini anggraeni yang membantu saya untuk menghubungi MOTHER KARINA yang mengatakan bahwa seorang teman dari Indonesia menghubungkannya ke MOTHER KARINA, jadi saya menceritakan kepada ibu cerita saya, dia meminta dokumen yang saya tunjukkan dan sebelum saya tahu itu permintaan pinjaman saya sebesar Rp350.000.000,00, sebelum itu saya meminta tiga perusahaan pinjaman online yang lebih baik untuk tidak membutuhkan bantuan positif, tetapi IBU KARINA ROLAND melalui pinjamannya perusahaan, PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND mengubah hidup saya dan saya telah memutuskan sebelumnya sekarang bahwa saya akan terus membagikan cerita ini sehingga warga negara saya dapat memperoleh manfaat darinya, dengan harapan dapat meminjamkan pinjaman kepada yang banjir. Proses persetujuan kredit saya telah selesai dan saya telah menerima surat persetujuan dari perusahaan yang menyetujui mengatakan ya harus memberikan bank saya. Saya menerima permintaan dari bank saya yang menyatakan bahwa rekening bank saya dikreditkan dengan jumlah pinjaman sebesar Rp350.000.000,00 yang saya minta. PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang nyata dan tulus di seluruh dunia, jadi jangan ragu untuk menghubungi MOTHER KARINA di saluran ini. Anda dapat menghubungi perusahaan ini melalui email atau whatsapp: karinarolandloancompany@gmail.com, whatsapp +1585 708-3478, begitulah hidup saya berubah dan saya akan terus berbagi kabar baik sehingga semua orang dapat melihat dan menghubungi perusahaan yang baik yang mengubah hidup saya .
Anda juga dapat menghubungi saya jika Anda membutuhkan bantuan saya atau Anda ingin bertanya tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya. Ini email saya: mariaartika27@gmail.com
PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND
WHATSAPP ONLY: +1585 708-3478
NAMA FACEBOOK: KARINA ELENA ROLAND
EMAIL: KARINAROLANDLOANCOMPANY@GMAIL.COM
The Lucky Club Casino Site ᐈ Welcome Bonus for 2021
BalasHapusLucky Club is an luckyclub.live online casino that was established in 2019. The website focuses on the sports betting industry. The site was established Rating: 5 · 1 vote · Free · Game