Senin, 15 Desember 2014

Riba dalam Persppektif Agama dan Sejarah


RIBA DALAM PERSPEKTIF
AGAMA DAN SEJARAH

MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Perbankan Syari’ah di Indonesia
dosen pengampu : Faisal Abdul Haris, S.E.

di susun oleh:
Rois Muhammad Zaky                     I 000 090 024 
Toha Idi Sambodo                             I 000 090 026 
Turip Widodo                                     I 000 090 027
Joko Sunaryo                                     I 000 090 031
Julaikah                                               I 000 090 032
M. Khoirin                                           I 000 090 033
Heri Saputro                                       I 000 090 034
Fatihah Nisaul Lathifah                   I 000 110 027



PROGRAM STUDI MU’AMALAT (SYARI’AH)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011


 PENDAHULUAN
Dari berbagai perdebatan soal ekonomi Islam vs konvensional, perbandingan mengenai praktek pembiayaan dan transaksi finansial adalah yang paling sering dibahas. Selain paling sering, perdebatan di ranah ini juga yang paling spesifik dan terstruktur dibandingkan, misalnya, persoalan moralitas dan keadilan.
Hal ini tentunya tidak bisa terlepas dari sejarah ekonomi modern. Penemuan mekanisme pembiayaan transaksi, yang mendorong lahirnya sistem dan lembaga keuangan, adalah hal yang tak terpisahkan dalam kapitalisme. Uang adalah ”darah” perekonomian. Adanya institusi yang kuat untuk mengatur peredaran uang adalah kunci kemajuan perekonomian.
Perbedaan (dan pembedaan) antara sistem keuangan dan perbankan Islam dan konvensional berujung pada satu pertanyaan: Apakah bunga halal atau haram (riba)?[1] Perdebatan ini sudah berlangsung lama. Masing-masing pihak–baik yang mengatakan haram atau tidak–punya argumen yang valid. Demikian akan dipaparkan perbandingan Riba dan Bunga pada praktek bank.

PEMBAHASAN
RIBA DALAM PERSPEKTIF  AGAMA DAN SEJARAH

  1. Definisi dan jenis-jenis riba
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Secara umum, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam yang bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Allah SWT menyebutkan dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil...” (An-Nisaa’: 29)
Sejalan dengan pengertian diatas, Ibnu Arabi dan Imam Sarakhsi menyebutkan bahwa Riba adalah penambahan atas harta pokok, tanpa adanya suatu padanan atau transaksi penyeimbang yang dibenarkan syari’ah atas penambahan itu. Maksud transaksi penyeimbang ini adalah transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti dalam transaksi sewa, si penyewa membayar atas manfaat sewa yang dinikmati dan karena menurunnya nilai ekonomis barang sewaan setelah dipakai. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta berhak mendapat keuntungan karena disamping menyertakan modal juga turut menanggung kemungkinan resiko.
Lain halnya dalam transaksi konvensional, simpan pinjam dananya mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk harus mutlak selalu, tidak boleh tidak dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Imam Nawawi menyebutkan bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama pinjaman. Bunga sendiri dalam undang-undang Romawi berarti potongan yang diberikan akibat kerusakan atau kerugian yang  ditanggung  si  pemberi  hutang  akibat  kegagalan peminjam untuk mengembalikan pinjaman pada saat yang ditentukan. Dalam  istilah  lain  bunga  memiliki  arti  sebagai  memiliki  arti  sebagai  harga atau  kompensasi  atau  ganti  rugi  yang  dibayarkan  untuk penggunaan  uang  selama  suatu  jangka  waktu.[2]
  

Secara garis besar, M. Syafi’i Antonio[3] mengelompokkan riba menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kemudian keduanya terbagi menjadi:
a.       Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
b.      Riba Jahiliyyah, yaitu utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena pada waktu yang ditetapkan si peminjam tidak mampu membayar utangnya. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Qatadah, Zaid bin Aslam dan Ahmad bin Hanbal.
c.       Riba Fadhl, yaitu pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d.      Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

  1. Jenis-jenis barang ribawi
Para ahli fiqh Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi:
a.    Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
b.    Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitannya dengan perbankan syari’ah, implikasi ketentuan tukar-menukar barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut.
a.    Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp. 5.000,00 dan Rp. 5.000,00 dan diserahkan ketika tukar menukar.
b.    Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda, dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual beli. Misalnya, Rp. 9.000,00 dengan 1 dollar Amerika
c.    Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya, mata uang dengan pakaian.
d.   Jual beli antara barnag-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang elektronik.

  1. Larangan riba dalam Al-Quran dan Sunnah
Ada empat tahapan pelarangan riba yang disebutkan dalam al-Qur’an[4]. Tahap pertama meluruskan anggapan bahwa pinjaman riba yang seolah-olah menolong mereka yang memerlukan, dan sarana bertaqarrub kepada Allah SWT, dalam surat Ar-Ruum: 39,
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Tahap kedua, menggambarkan Riba sebagai sesuatu yang buruk dan mengancam akan memberi balasan yang keras. Dalam surat an-Nisaa: 160-161,
5Où=ÝàÎ6sù z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rߊ$yd $oYøB§ym öNÍköŽn=tã BM»t7ÍhŠsÛ ôM¯=Ïmé& öNçlm; öNÏdÏd|ÁÎ/ur `tã È@Î6y «!$# #ZŽÏWx. ÇÊÏÉÈ ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Tahap ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda. Dalam surat Ali Imran: 130,
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. Dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Tahap terakhir, Allah SWT dengan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, yang merupakan ayat terakhir diturunkan berkaitan dengan riba. Dalam surat al-Baqarah: 278-279,
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Larangan riba dalam Sunnah diantaranya adalah pada amanat terakhir Nabi tanggal 9 Dzulhijjah 10 H, Rasulullah SAW menekankan sikap Islam yang melarang Riba,
Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan masuk syurga dan tidak mendapat petunjuk-Nya. Yaitu peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim dan mereka yang tidak bertanggungjawab/menelantarkan ibu-bapaknya.

  1. Konsep riba dalam perspektif non muslim
Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi berbagai kalangan diluar Islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
a.    Konsep Bunga di Kalangan Yahudi
Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Perjanjian Lama, maupun Undang-undang Talmud.
Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan,
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”
Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan,
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
Kitab Levicitus (Imamat) pasal 25 ayat 36-37 menyatakan,
“Janganlah engkau mengambil bunga atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”
b.   Konsep Bunga di Kalangan Yunani dan Romawi
Pada masa Yunani, sekitar abad VI SM hingga 1 M, telah terdapat beberapa jenis bunga. Besarnya bunga tersebut bervariasi bergantung pada kegunaannya. Secara umum, nilai bunga tersebut dikategorikan sebagai berikut:
Pinjaman Biasa
6 % - 18 %
Pinjaman Properti
6 % - 12 %
Pinjaman Antarkota
7 % - 12 %
Pinjaman Perdagangan dan Industri
12 % - 18 %
Riba pada masa Yunani
Pada masa Romawi, sekitar abad V SM hingga 6 M, terdapat undang-undang yang berlaku dan membenarkan penduduknya mengambil bunga selama bunga tersebut sesuai dengan tingkat maksimal yang dibenarkan hukum (maximum legal rate). Nilai suku bunga ini berubah-ubah sesuai dengan berubahnya waktu. Meskipun undang-undang membenarkan pengambilan bunga, tetapi pengambilannya tidak dibenarkan dengan cara bunga berbunga (double countable).
Padahal pada masa awal Romawi, yaitu pemerintahan Genucia (342 SM), kegiatan pengambilan bunga tidak diperbolehkan. Akan tetapi, pada masa Unicaria (88 SM), praktik tersebut menjadi diperbolehkan. Terdapat empat jenis tingkar bunga pada zaman Romawi, yaitu sebagai berikut:
Bunga maksimal yang dibenarkan
8 % - 12 %
Bunga pinjaman biasa di Roma
4 % - 12 %
Bunga untuk wilayah (daerah taklukan Roma)
6 % - 100 %
Bunga khusus Byzantium
4 % - 12 %
Riba pada masa Romawi

Meskipun demikian, praktik pengambilan bunga dikecam oleh para ahli filsafat Romawi maupun Yunani. Mereka memandang bunga adalah sesuatu yang tidak sehat, hina dan keji. Pandangan ini juga dianut oleh masyarakat umum pada waktu itu.
Diantaranya Plato (427-347 SM) menyatakan: pertama, bunga  menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Dan Aristoteles (384-322 SM) menyatakan bahwa fungsi uang adalah sebagai alat tukar, bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Pengambilan bunga secara tidak tetap merupakan sesuatu yang tidak adil. Adapula Cato (234-149 SM) melukiskan bunga dengan sesuatu yang tidak pantas dan pada masanya pelaku bunga didenda lebih tinggi daripada pencuri.


c.    Konsep Bunga di Kalangan Kristen
Di dalam Perjanjian Baru Kitab Lukas 6: 34-35 disebutkan bahwa:
Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan orang-orang yang jahat.
Ada tiga pandangan Kristen terhadap ayat tersebut. Pertama pandangan pendeta awal Kristen (abad I-XII) yagn secara mutlak mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII-XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, serta pandangan para reformis Kristen (abad XVI-tahun 1836), seperti John Calvin, Saumise dan Charles du Moulin. Calvin menyebutkan bahwa:
-          Dosa apabila bunga memberatkan
-          Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles)
-          Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi
-          Jangan mengambil bunga dari orang miskin
Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan bunga walaupun dari orang miskin. Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif.
d.   Ekonom Klasik dan Kapitalis
Ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith dan Ricardo menganggap bunga sebagai ganti rugi yang dibayarkan si peminjam kepada yang meminjamkan, untuk laba yang akan dibuat si peminjam dengan menggunakan uang dari pihak yang meminjamkan. Tetapi mereka tidak menjelaskan bagaimana mengaitkan laba yang berubah-ubah dengan bunga yang tetap.[5] Namun, selanjutnya Lord Keynes, seorang ahli ekonomi kapitalis, menyatakan bahwa kekurangan ekonomi kapitalis dapat dihilangkan bila sistem bunga dihapus, ia pun mengakui konsep Islam tentang perbankan dan menganjurkan agar rakyat memperoleh uang dengan usaha.[6]

  1. Alasan Pembenaran Pengambilan Riba[7]
a.    Alasan Darurat
Alasan darurat adalah alasan paling klasik dan paling sering terdengar atas dibolehkannya bank ribawi. Biasanya dalil yang digunakan adalah Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi Ad-dharuratu Tubihul Mahzhurat : dharurat itu membolehkan mahzurot / yang dilarang.
Pendapat seperti ini pada dasarnya mengakui haramnya riba pada bank-bank konvensional. Namun barangkali karena tidak punya alternatif lain, terutama di masa sulit era awal orde baru, banyak pendapat orang yang dengan terpaksa membolehkannya.
Jawaban :
Pendapat seperti di atas bila dikaitkan dengan kondisi sekarang sudah tidak sesuai lagi. Karena kaidah fiqiyah yang berkaitan dengan darurat itu masih ada kaidah lainnya yaitu Ad-Dharuratu Tuqaddar Bi Qadriha bahwa darurat itu harus dibatasi sesuai dengan kadarnya.
As-Suyuti menjelaskan tentang sifat darurat, yaitu apabila seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan yang cepat, akan membawa pada jurang kematian. Padahal bila kita tidak menabung di bank konvensional tetapi di bank syariah, kita tidak akan celaka atau mati.
Sedang Dr. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa situasi darurat itu seperti seseorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan kecuali daging babi yang diharamkan. Dalam keadaan itu Allah menghalalkan dengan dua batasan.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173).
Sedangkan umat Islam banyak yang menabung di bank konvensional bukan karena hampir mati tidak ada makanan, justru banyak yang tergiur oleh hadiah yang ditawarkan. Jadi dalam hal ini kata darurat sudah tidak relevan lagi.
Di Indonesia sendiri bank yang berpraktek secara Islami dan bebas riba telah banyak bermunculan, diantaranya Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri yang merupakan bank milik pemerintah pertama yang menerapkan syariah.
b.   Yang Haram Adalah Yang Berlipat Ganda
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bunga bank hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat ganda dan memberatkan, sedangkan bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan. Pendapat ini berasal dari pemahaman yang salah tentang surat Ali Imran ayat 130 pada kata adh’afan mudho’afan.
Jawaban :
Memang sepintas ayat ini hanya melarang riba yang berlipat ganda. Akan tetapi bila kita cermati lebih dalam serta dikaitkan dengan ayat-ayat lain secara lebih komprehensif, maka akan kita dapat kesimpulan bahwa riba dengan segala macam bentuknya mutlak diharamkan. Paling tidak ada dua jawaban atas argumen di atas :
Kata adh’afan yang berarti berlipat ganda itu harus dii’rab sebagai haal yang berarti sifat riba dan sama sekali bukan syarat riba yang diharamkan. Ayat ini tidak dipahami bahwa riba yang diharamkan hanyalah yang berlipat ganda, tetapi menegaskan karakteristik riba yang secara umum punya kecendrungan untuk berlipat ganda sesuai dengan berjalannya waktu.
Hal seperti itu diungkapkan oleh Syeikh Dr. Umar bin Abdul Aziz Al-Matruk, penulis buku Ar-Riba wal Mua’amalat al-Mashrafiyah fi Nadzri ash-Shariah al-Islamiyah.
Perlu direnungi penggunaan mafhum mukholafah dalam ayat ini salah kaprah, tidak sesuai dengan siyaqul kalam, konteks antar ayat, kronologis penurunan wahyu maupun sabda Rasulullah SAW. Secara sederhana bila kita gunakan mafhum mukholafah yang berarti konsekuensi terbalik secara sembarangan, akan melahirkan penafsiran yang keliru. Sebagai contoh, bila ayat tentang zina dipahami secara mafhum mukholafah, jangan dekati zina. Maka yang tidak boleh mendekati, berarti zina itu sendiri tidak dilarang. Begitu juga daging babi, yang dilarang makan dagingnya, sedang kulit, tulang, lemak tidak disebutkan secara eksplisit. Apakah berarti semuanya halal? Tentu tidak.
Secara linguistik kata (Adh-’af) adalah jamak dari (Dhi’f) yang berarti kelipatan-kelipatan. Dalam bahasa Arab, bentuk jama’ itu minimal adalah tiga. Dengan demikian Adh’af berarti 3×2 = 6. Adapun (Mudha’afa) dalam ayat itu menjadi ta’kid atau penguat. Dengan demikian, kalau berlipat ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus enam kai lipat atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam.
c.    Yang Haram Melakukan Riba Adalah Individu Bukan Badan Hukum
Bank adalah sebuah badan hukum dan bukan individu. Karena bukan individu, maka bank tidak mendapat beban / taklif dari Allah. Seperti yang sering disebutkan sebagai syarat mukallaf antara lain : akil, baligh, tamyiz dan seterusnya. Bank tidak akil, baligh dan tamyiz. Artinya bukanlah mukallaf. Sehingga praktek bank tidak termasuk berdosa, karena yang dapat berdosa adalah individu. Ketika ayat riba turun di jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan. Dengan demikian bank LIPPO, BCA, Danamon dan lainnya tidak terkena hukum taklif, karena pada saat Nabi Hidup belum ada.
Pendapat seperti ini pernah dikemukakan oleh Dr. Ibrahim Hosen dalam sebuah workshop on bank and banking interest, disponsori oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1990.

Jawaban :
Argumen ini memiliki kelemahan dari beberapa sisi, yaitu tidak benar bahwa pada zaman nabi tidak ada badan keuangan sama sekali. Sejarah Roma, Persia dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa. Dengan kata lain, perseroan mereka masuk dalam lembaran negara.
Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality atau syakhshiyyah hukmiyah. Juridical personality ini sah secara hukum dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
Bank memang bukan insan mukallaf, tetapi melakukan amal mukallaf yang jauh lebih besar dan berbahaya. Alangkah naifnya bila kita mengatakan bahwa sebuah gank mafia pengedar drugs dan narkotika tidak berdosa dan tidak terkena hukum karena merupakan sebuah lembaga dan bukan insan mukallaf. Demikian juga lembaga keuangan, apa bedanya dengan seorang rentenir pemakan darah masyarakat? Bedanya, yang satu seorang individu yang beroperasi tingkat RT dan RW, sedang yang lainnya adalah kumpulan dari individu-individu yang secara terorganisis dan modal raksasa melakukan operasi renten dan pemerasan tingkat tinggi dalam skala nasional bahkan internasional dan mendapat aspek legalitas dari hukum sekuler.
d.   Yang haram adalah yang konsumtif
Pendapat ini mengatakan bahwa riba yang diharamkan hanya bersifat konsumtif saja. Sedangkan riba yang bersifat produktif tidak haram. Alasan yang digunakan adalah ‘illat dari riba yaitu pemerasan. Dan pemerasan ini hanya dapat terjadi pada bentuk pinjaman yang konsumtif saja. Sebab debitur bermaksud menggunakan uangnya untuk menutupi kebutuhan pokoknya saja seperti makan, minum, pakaian, rumah dan lain-lain.
Debitur melakukan itu karena darurat dan tidak punya jalan lain. Maka mengambil untung dari praktek konsumtif seperti ini haram. Dewasa ini telah terjadi perubahan pandangan karena terjadinya perubahan pada bentuk pinjaman setelah berdirinya bank. Debitur (peminjam) tidak lagi dipandang sebagai pihak lemah yang dapat diperas oleh kreditur dalam hal ini bank. Selain itu kreditur tidak pula memaksakan kehendaknya kepada debitur.
Yang terjadi justru sebaliknya, debiturlah yang menjadi pihak yang kuat yang dapat menentukan syarat dan kemauannya kepada kreditur. Jadi bank menjadi debitur karena meminjam uang kepada nasabah. Sedangkan nasabah menjadi kreditur karena meminjaminya. Namun bank bukan lagi peminjam yang lemah, justru menjadi pihak yang kuat.
Karena cara-cara yang sekarang berjalan sama sekali berbeda dengan sebelumnya, maka harus dibedakan antara pinjaman produktif dan konsumtif. Pinjaman produktif hukumnya halal dan pinjaman konsumtif hukumnya haram.
Pendapat ini didukung oleh Dr. Muhammad Ma’ruf Dawalibi dalam Muktamar Hukum Islam di Perancis bulan Juli 1951 yang berkata :”Pinjaman yang diharamkan hanyalah pinjaman yang berbentuk konsumtif, sedangkan yang berbentuk produktif tidak diharamkan. Karena yang dilarang Islam hanyalah yang konsumtif.
Jawaban :
Orang yang beranggapan bahwa pemerasan itu hanya ada pada pinjaman konsumtif dan tidak ada pada pinjaman produktif adalah tidak beralasan. Sebab pinjaman produktif pun juga bersifat pemerasan. Sebagai bukti bahwa bank-bank dewasa ini memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Tetapi memberikan porsi yang sangat kecil dari keuntungannya itu kepada deposan. Para ulama menetapkan bahwa pinjaman yang diharamkan Al-Quran adalah pinjaman jahiliyah. Ketika mereka melakukan peminjaman sesama mereka tentu untuk usah mereka dalam sekala besar.
Tidak mungkin bagi mereka yang termasuk tokoh saudagar besar dan pemilik modal seperti Abbas bin Abdul Muttalib atau Khalid bin Walid melakukan pemerasan kepada orang yang lemah dan miskin. Mereka terkenal sebagai dermawan besar dan bangga disebut sebagai dermawan. Mereka punya kebiasaan menyantuni orang lapar dan memberi pakaian. Pinjaman yang bersifat konsumtif tidak terjadi antar mereka. Justru pinajam produktif yang di dalam Al-Quran mereka memang dikenal sebagai pedang yang melakukan perjalan musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam. Masyarakat Quraisy umumnya adalah pedagang dan pemodal sehingga pinjaman-pinjaman waktu itu memang untuk kebutuhan perdagangan yang bersifat produktif dan bukan konsumtif.

  1. Perbedaan Istilah Bunga, Investasi dan Bagi Hasil
Islam mendorong ke arah usaha nyata dan produktif. Secara definitif, investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. Sedangkan membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Perbedaan keduanya adalah dalam unsur perolehan kembaliannya yang sesuai dengan usaha yang sah.
Adapun antara bunga dan bagi hasil keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun ada perbedaan jelas berupa:
BUNGA
BAGI HASIL
a.    Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
a.    Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
b.    Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
b.    Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c.    Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
c.    Bagi hasil yang bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak
d.   Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming
d.   Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
e.    Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam
e.    Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

  1. Berbagai Fatwa Tentang Riba
a.    Majelis Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c : bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.
b.    Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun 1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya syubhat.
c.    Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Semua peserta sidang OKI yang berlangsung di Karachi, Pakistan bulan Desember 1970 telah menyepakati dua hal : Praktek Bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islam Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
d.   Mufti Negara Mesir
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang diharamkan.
e.    Konsul Kajian Islam Dunia
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Diantara 300 ulama itu tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof . Abu Zahra, Prof. Abdullah Darraz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.

  1. Dampak Negatif Riba
Adiwarman Karim  menyebutkan bahwa Imam ar-Razi menjelaskan alasan Islam melarang sistem riba diantaranya adalah; riba mengambil harta si peminjam secara tidak adil, riba membuat seseorang malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk tenang menunggu uangnya berbunga, riba merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasratnya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walaupun akhirnya dikejar-kejar penagih utang, riba membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.[8] Syafi’i Antonio menambahkan, masih menurut Imam ar-Razi, bahwa bunga merampas kekayaan orang lain, merusak moralitas, melahirkan kebencian dan permusuhan.[9]
Adapula yang menyebutkan dampak negatif riba adalah[10]:
  1. Bagi jiwa manusia
Hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
  1. Bagi sosial masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta-kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat.
  1. Bagi roda pergerakan ekonomi
1)   Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
2)   Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.s
3)   Di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstan, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
4)   Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, harga produksi dan terciptanya pengangguran.
5)   Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
6)   Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.

KESIMPULAN DAN PENUTUP
Konsep riba yang kemudian disamakan dengan bunga terdapat dalam berbagai golongan di dunia. Baik Islam, Yahudi, Kristen, Yunani dan Romawi. Semuanya menyebutkan bahwa bunga mempunyai unsur yang menyebabkannya dilarang untuk digunakan. Juga mempunyai sebab dominan kepada dampak negatif yang telah disebutkan diatas.


DAFTAR PUSTAKA
Hosen, Ir. H. M. Nadratuzzaman dan Tim Penulis. 2007. Menjawab Keraguan Umat Islam terhadap Bank Syari’ah. Jakarta: PKES Publishing. (http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/Menjawabkeraguan_PKES_secure.pdf)
Karim, Adiwarman Aswar. 2001. Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Mannan, Muhammad Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Diterjemahkan oleh M. Tasnangin. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
http://elfadhi.wordpress.com/2007/04/07/riba-bunga-bank-konvensional/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2011 pukul 07.04.
http://islamlib.com/id/artikel/ekonomi-islam-dan-soal-bunga-bank diakses pada tanggal 3 Oktober 2011 pukul 07.10.




[2] Hosen, Ir. H. M. Nadratuzzaman dan tim penulis. 2007. Menjawab Keraguan Umat Islam terhadap Bank Syari’ah. Jakarta: PKES Publishing. hlm 21.
http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/Menjawabkeraguan_PKES_secure.pdf
[3] Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press. hlm. 41.
[4] Syafi’i Antonio. hlm. 48..
[5] Mannan, Muhammad Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa. Diterjemahkan oleh M. Tasnangin, hlm. 121.
[6] Ibid. hlm 166.
[8] Karim, Adiwarman Azwar. 2001. Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press. hlm 71
[9] Syafi’i Antonio. hlm. 80-82.

2 komentar:

  1. NAMA SAYA: MRS MARIA ARTIKA
    NEGARA: INDONESIA
    CITY: BATU MALANG JATIMMY
    WHATSAPP: +62 877-4316-8500
    PINJAMAN PINJAMAN: Rp350.000.000,00
    EMAIL SAYA: mariaartika27@gmail.com

    Saya ingin memulai dengan berterima kasih kepada Tuhan atas karunia kehidupan.
    Nama saya MRS MARIA ARTIKA dan saya ingin berbagi cerita yang bagus tentang KARINA ROLAND LOAN COMPANY. Favorite, perusahaan yang layak secara finansial yang membuat hidup saya berputar.
    Saya telah mengalami kesulitan keuangan selama beberapa waktu dan saya harus meminjam dari teman-teman saya karena saya berharap untuk membayar mereka kembali setelah menerima pembayaran saya.
    Dan ketika menghadapi hidup saya berubah menjadi yang terburuk, saya dipecat dari pekerjaan dan saya kehilangan ibu saya beberapa bulan kemudian. Setelah ibu saya dimakamkan, teman-teman saya mulai meminta uang mereka kembali.
    Tetapi kompilasi saya mengira hidup saya sudah berakhir, saya sebenarnya mencoba untuk pergi, sekarang ALLAH menggunakan teman dan tetangga saya Rini anggraeni yang membantu saya untuk menghubungi MOTHER KARINA yang mengatakan bahwa seorang teman dari Indonesia menghubungkannya ke MOTHER KARINA, jadi saya menceritakan kepada ibu cerita saya, dia meminta dokumen yang saya tunjukkan dan sebelum saya tahu itu permintaan pinjaman saya sebesar Rp350.000.000,00, sebelum itu saya meminta tiga perusahaan pinjaman online yang lebih baik untuk tidak membutuhkan bantuan positif, tetapi IBU KARINA ROLAND melalui pinjamannya perusahaan, PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND mengubah hidup saya dan saya telah memutuskan sebelumnya sekarang bahwa saya akan terus membagikan cerita ini sehingga warga negara saya dapat memperoleh manfaat darinya, dengan harapan dapat meminjamkan pinjaman kepada yang banjir. Proses persetujuan kredit saya telah selesai dan saya telah menerima surat persetujuan dari perusahaan yang menyetujui mengatakan ya harus memberikan bank saya. Saya menerima permintaan dari bank saya yang menyatakan bahwa rekening bank saya dikreditkan dengan jumlah pinjaman sebesar Rp350.000.000,00 yang saya minta. PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang nyata dan tulus di seluruh dunia, jadi jangan ragu untuk menghubungi MOTHER KARINA di saluran ini. Anda dapat menghubungi perusahaan ini melalui email atau whatsapp: karinarolandloancompany@gmail.com, whatsapp +1585 708-3478, begitulah hidup saya berubah dan saya akan terus berbagi kabar baik sehingga semua orang dapat melihat dan menghubungi perusahaan yang baik yang mengubah hidup saya .
    Anda juga dapat menghubungi saya jika Anda membutuhkan bantuan saya atau Anda ingin bertanya tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya. Ini email saya: mariaartika27@gmail.com

    PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ROLAND
    WHATSAPP ONLY: +1585 708-3478
    NAMA FACEBOOK: KARINA ELENA ROLAND
    EMAIL: KARINAROLANDLOANCOMPANY@GMAIL.COM

    BalasHapus
  2. The Lucky Club Casino Site ᐈ Welcome Bonus for 2021
    Lucky Club is an luckyclub.live online casino that was established in 2019. The website focuses on the sports betting industry. The site was established  Rating: 5 · ‎1 vote · ‎Free · ‎Game

    BalasHapus