Senin, 15 Desember 2014

Sumber Hukum Pertama Al Quran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hadirnya Dien al-islaam, sebagai agama yang integral yang ajarannya dibawa oleh Rasulullaah SAW dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara lahir dan bathin. Berbagai petunjuk kehidupan yang terekspose dalam Al Qur-an mengenai perbuatan manusia telah tertera dan tersusun dengan rapi. Tak heran, jikalau dien al-islaam diberi predikat sebagai Rahmatanlil’aalamiin.
Islam telah mengatur hukum-hukum islam yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Islam memberikan barometer mengenai sesuatu yang benar-salah, sesuatu yang baik-buruk, dan sebagainya. Semua hukum-hukum mengenai perbuatan seorang manusia itu tentunya tertera dalam Al Qur-an sebagai sumber hukum yang pertama dalam Islam. Di dalam Al Qur-an pula terkupas, dari mulai per’ibadahan (‘ubudiyyah) hingga mu’malah.
Al-islam yang undang-undangnya adalah Al Qur-an, telah mengajarkan kepada kita mengenai bagaimana kehidupan yang dinamis dan progressif. Islam mengajarkan kepada kita untuk menghargai pemakaian akal pikiran melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam mengajarkan kehidupan yang seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual (QS. Al-Ahzab:77), senantiasa mengembangkan kepedulian sosial (QS.Alma’uun), menghargai waktu (QS.Al-‘ashr), mengedepankan kualitas, menghargai perbedaan, bersikap transparan, anti feodalistik, mengutamakan kasih sayang persaudaraan, bersikap optimis, dan lainnya.
Inilah keagungan dan kemuliaan dari kemukjizatan Al Qur-an yang turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. guna untuk menjawab semua persoalan yang terjadi. Tak ada kitab suci lain yang mengatur seluruh kehidupan secara integral, selain dari Al Qur-an. Kiranya amat penting sekali bagi ummat islam untuk senantiasa menggali hukum-hukum yang relevan dengan kehidupannya dengan bereferensi pada sumber hukum yang paling utama, yakni Al Qur-an.


1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Al Qur-an?
2.Bagaimana kemu’jizatan Al Qur-an?
3.Apa saja hukum yang ada dalam Al Qur-an?
4. Apa saja dalalah dalam Al Qur-an?

1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu study tugas study Islam.
2.   Mengetahui peranan Mahasisiwa dalam pembelajaran Agama Islam.
3.   Merekonstruksi dan mentransformasi sikap profesional yang diperlukan Mahasiswa untuk menunjang tanggung jawab sebagai Mahasiswa Fakultas Agama Islam.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ta’rif Al Qur-an
            Al Qur-an” secara lughah (etimologi) ialah bacaan atau yang dibaca. Atau dalam bahasa arab diambil dari kata qara-a, yaqra-u, qur-aanan dan qiraa-atan, yang bermakna yang dibaca. Kata Al Qur-an adalah mashdar, yang diartikan isim maf’ul. Sama seperti lafazh ghafara, yaghfiru, ghufran. Ini selaras dengan kalam Allah SWT. :
Ÿwõ8ÌhptéB¾ÏmÎ/y7tR$|¡Ï9Ÿ@yf÷ètGÏ9ÿ¾ÏmÎ/ÇÊÏȨbÎ)$uZøŠn=tã¼çmyè÷Hsd¼çmtR#uäöè%urÇÊÐÈ#sŒÎ*sùçm»tRù&ts%ôìÎ7¨?$$sù¼çmtR#uäöè%ÇÊÑÈ
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. 75 / Al-Qiyamah : 16-18)
            Menurut istilah ’uruf syara’ (ahli agama) ialah nama bagi kalamullaah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang ditulis dalam mushhaf (mushhaf boleh dibaca mishhaf dan mushhaf, maknanya lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan diikat, merupakan buku).(M. Hasbi Ash Shidieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al Qur-an, cetakan ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1954, h. 2)
            Para ahli ushul fiqh menetapkan bahwa Al Qur-an adalah nama bagi keseluruhan  Al Qur-an dan nama bagi suku-sukunya. Maksudnya adalah nama bagi keseluruhannya dan nama bagi ayat-ayatnya. Ini merupakan pendapat para ushul yang dikemukakan dalam Attalwih.
            Singkatnya, bahwa Al Qur-an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW. melalui perantara Malaikat Jibril dengan lafazh yang berbahasa ‘Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk dijadikan hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti dan tha’at kepadanya dan menjadi nilai ‘ibadah bagi mereka yang membacanya.
                Al Qur-an adalah yang dihimpun antara tepian lembar mushhaf yang diawali dengan surat Al-fatihah dan di tutup dengan surat An-nas, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawattir, baik secara lisan maupun tulisan, dari generasi ke generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan pergantian apapun. (Prof. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul fiqh,  Semarang: Dina Utama, 1994, h. 18). Hal ini dibuktikan oleh kalam Allah SWT. di dalam Al-Qur-an :
$¯RÎ)ß`øtwU$uZø9¨tRtø.Ïe%!$#$¯RÎ)ur¼çms9tbqÝàÏÿ»ptm:ÇÒÈ
Artinya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. 15 / Al-Hijr :9)
2.2. Kemu’jizatan Al Qur-an
            Ketika orang-orang kafir enggan mengakui akan adanya kemu’jizatan yang diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu diturunkannya Al Qur-an, Allah SWT. memberi peringatan kepada mereka untuk membuat suatu karya yang semisal dengan Al Qur-an agar orang-orang kafir Quraisy percaya bahwa Al Qur-an merupakan salah satu bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, diantara banyak mereka —sekalipun ahli sya’ir— tetap saja mereka tidak bisa membuat satu surat pun yang bisa menyerupai Al Qur-an.
            Orang-orang musyrik ketika itu telah mengetahui adanya kekuatan yang begitu dahsyat didalam jiwa orang-orang yang mendengarkan, merasakan, dan mengkaji bunyi Al Qur-an. Oleh karena itu, mereka —yang bersikeras mengingkari terhadap kemu’jizatan Al Qur-an— akan sangat khawatir untuk terpengaruh. Akhirnya, mereka pun menganjurkan untuk tidak mendengarkan Al Qur-an lagi. Hal ini terekam dalam Al Qur-an, sebgaimana kalam Allah SWT. :
tA$s%urtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.Ÿw(#qãèyJó¡n@#x»olÎ;Èb#uäöà)ø9$#(#öqtóø9$#urÏmŠÏù÷/ä3ª=yès9tbqç7Î=øós?ÇËÏÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka".
                Dengan demikian, jelaslah bahwa kemu’jizatan Al Qu-an tak hanya terletak pada kalamnya semata, akan tetapi pada dzatnya, bukan karena sesuatu yang ada diluarnya. Dan bukan pula karena hanya tantangan yang diberikan Allah SWT. kepada orang kafir Quraisy semata untuk membuat karya yang serupa dengan Al Qur-an.
Ulama telah mencapai suatu kata sepakat, bahwa Al Qur-an tidaklah hanya melemahkan manusia untuk mendatangakan hal yang semisal dengan Al Qur-an dari satu aspek saja, akan tetapi ia melemahkan mereka dari berbagai aspek yang cukup banyak. Entah itu lafzhiyah, ma’nawiyah, maupun ruhhiyah. Semuanya saling bersinergi, seluruh ummat manusia. Tanpa memandang bulu, tanpa memandang ras. Tak ada perbedaan antara bangsa ini dan bangsa itu, karena hakiatnya khithab Al Qur-an itu adalah untuk semua ummat manusia.
Berikut ini akan kami ungkap beberapa bentuk kemu’jizatan Al Qur-an yang dapat dicapai oleh akal:
1.      Keindahan struktur redaksinya, maknanya, hukum-hukumnya, dan teori-teorinya.
Keindahan redaksional Al Qur-an, tak hanya dikenal hanya oleh orang-orang Arab saja. Tetapi, lebih dari itu bahwa keindahan dari segi redaksional, tata bahasa yang digunakan didalam Al Qur-an dikenal oleh para seniman dan para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab. Dan ternyata mereka —para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan itu— berkesimpulan bahwa ternyata tata bahasa yang digunakan didalam Al Qur-an amat lain dari jenis sya’ir dan karya sastra manusia pada umumnya.
Didalam susunan redaksinya, tidak ada kontradiksi antara sebagian ayat dengan ayat yang lainnya. Setiap susunan bahasa itu seseuai dengan keadaan yang ayat-ayatnya tersebut datang lantaran keadaan itu. Setiap lafazhnya proporsional, artinya berada pada posisi yang memang sepantasnya berada ditempat itu. Dan tidak pula ada salah satu dari maknanya bertentangan dengan dengan makna yang lainnya. Demikian pula tak ada pertentangan antara berbagai maknanya dan hukum-hukumnya, tidak juga antara berbagai prinsip dan teori-teorinya.
Seandainya Al Qur-an itu datang dari selain Allah baik secara individu atau kolektif, niscaya tidak akan terlepas dari kontradiksi antara sebagian susunan tata bahasanya dengan sebagian lainnya, atau pertentangan antara sebagian maknanya dengan makna yang lainnya. Karena akal manusia itu, kendatipun telah matang dan sempurna, tidaklah mungkin untuk membuat  6000 ayat dalam jangka waktu 23 tahun, dimana antara yang satu dan yang lainnya tidak berbeda-beda dalam level ketinggian sastranya, dan tidak pula ada kontradiksi antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya mengenai makna yang dikandungnya.
Dengan aspek kemu’jizatan inilah, maka Allah memberikan petunjuk dalam kalam-Nya :
Ÿxsùr&tbr㍭/ytFtƒtb#uäöà)ø9$#4öqs9urtb%x.ô`ÏBÏZÏãÎŽöxî«!$#(#rßy`uqs9ÏmŠÏù$Zÿ»n=ÏF÷z$##ZŽÏWŸ2ÇÑËÈ
Artinya :
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (Q.S. An-Nisa’ : 82)
          Tidak ditemukannya pertentangan secara gaya bahasa antara parsialitas ayat dengan parsialitas ayat yang lainnya, atau perbedaan uslub berbagai ayat dalam level nilai sastranya, maka penyebabnya bukanlah pada perbedaan uslub ayat-ayat itu dalam tingkatan nilai sastranya, akan tetapi hal itu timbul dari perbedaan topik ayat-ayat itu.
2.      Persesuaian ayat Al Qur-an dengan teori ilmiah yang dikemukakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Al Qur-an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk menjadi hujjah baginya dan menjadi undang-undang bagi ummat manusia. Jadi, sebenarnya tujuan prinsipilnya bukanlah mengitsbatkan teori-teori ilmiah dalam penciptaan langit, bumi, pencitaan manusia, pergerakan benda-benda langit, dan sebagainya. Akan tetapi, hal itu secara kedudukannya hanyalah sebagai argumentasi dan bukti ilmiah akan eksistensi (wujud) Allah SWT.
Al Qur-an datang dngn membawa sejumlah ayat, yang dari ayat-ayat itu kita dapat memahamai akan adanya hukum-hukum alam dan berbagai ketentuan-ketentuan natural, yang mana ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu massa akan menyingkap buktin-bktinya, sekaligu menunjukkan bahwa ayat-ayat yang menguraikan hal itu adalah benar datang dari Allah SWT. Karena manusia tak mempunyai pengetahuan semacam itu, dan tak pula bisa menggapai hakikatnya. Istidllal mereka hanya pada lahiriyah saja. Maka, ketiaka ada sebuah penelitian ilmiah yang menyingkapkan adanya hukum tertentu, dan ternyata salah satu ayat Al Qur-an menunjukkan pada hukum alam ini, maka lahirlah bukti baru bahwasanya Al Qur-an itu merupakan benar datang dari sisi Allah SWT.
Aspek kemu’jizatan Al Qur-an telah ditunjukkan oleh Allah SWT. melalui kalam-Nya :
ö@è%óOçF÷ƒuäur&bÎ)tb%Ÿ2ô`ÏBÏZÏã«!$#§NèOLänöxÿŸ2¾ÏmÎ/ô`tB@|Êr&ô`£JÏBuqèdÎû¥-$s)Ï©7Ïèt/ÇÎËÈóOÎgƒÎŽã\y$uZÏF»tƒ#uäÎûÉ-$sùFy$#þÎûuröNÍkŦàÿRr&4Ó®Lymtû¨üt7oKtƒöNßgs9çm¯Rr&,ptø:$#3öNs9urr&É#õ3tƒy7În/tÎ/¼çm¯Rr&4n?tãÈe@ä.&äóÓx«îÍky­ÇÎÌÈ
Artinya:
“ Katakanlah: "Bagaimana pendapatmu jika (Al Quran) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh?" Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Diantara kalam Allah SWT. dalam surat Al-Mu-minuun yang mengemukakan kekuasaan Allah dan memalingkan pandangan kepada bekas-bekasnya :
ôs)s9ur$oYø)n=yzz`»|¡SM}$#`ÏB7's#»n=ß`ÏiB&ûüÏÛÇÊËȧNèOçm»oYù=yèy_ZpxÿôÜçRÎû9#ts%&ûüÅ3¨BÇÊÌÈ¢Oè$uZø)n=yzspxÿôÜZ9$#Zps)n=tæ$uZø)n=ysùsps)n=yèø9$#ZptóôÒãB$uZø)n=ysùsptóôÒßJø9$#$VJ»sàÏã$tRöq|¡s3sùzO»sàÏèø9$#$VJøtm:¢OèOçm»tRù't±Sr&$¸)ù=yztyz#uä4x8u$t7tFsùª!$#ß`|¡ômr&tûüÉ)Î=»sƒø:$#ÇÊÍÈ
Artinya :
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al Mu-minuun : 12 – 14)
3.      Pemberitahuan Al Qur-an terhadap peristiwa-peristiwa yang hanya diketahui oleh Allah yang Maha Mengetahui.
Pemberitahuan Al Qur-an mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dimassa yang akan datang, diantaranya adalah kekalahan Bangsa Persia setelah lebih dahulu kekealahan Bangsa Romawi. Kalam Allah SWT. :
$O!9#ÇÊÈÏMt7Î=äñãPr9$#ÇËÈþÎûoT÷Šr&ÇÚöF{$#Nèdur-ÆÏiBÏ÷èt/óOÎgÎ6n=yñšcqç7Î=øóuyÇÌÈÎûÆìôÒÎ/šúüÏZÅ3¬!ãøBF{$#`ÏBã@ö6s%.`ÏBurß÷èt/47ͳtBöqtƒurßytøÿtƒšcqãZÏB÷sßJø9$#ÇÍÈÎŽóÇuZÎ/«!$#4çŽÝÇZtƒÆtBâä!$t±o(uqèdurâƒÍyèø9$#ÞOŠÏm§9$#ÇÎÈ
Artinya :
Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi  bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.”(Q.S. Ar-Rum : 1-5)
4.      Kefasihan lafaz Al Qur-an, dan kuatnya pengaruhnya.
Di dalam Al Qur-an, tak ada satu ayatpun yang tak enak untuk didengar atau tidak selaras dengan apa yang telah disebutkan sebelumnya atau yang telah disebutkan sesudahnya.susunan redaksinya berada pada level tertinggi dalam tata bahasa kesstraannya dalam hal kesesuaiannya dalam situasi dan kondisi.
Adapun pengaruh kuat Al Qur-an pada sisi jiwa penguasaanya secara pskologis terhadap hati, maka hal ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang mempunyai perasaan. Untuk membuktikan hal ini kepada kita, cukup dengan tidak pernah bosan untuk mendengarnya ketika orang lain membacanya, tak pernah merasa bosan untuk mengkaji ayat demi ayatnya, tak pernah bosan untuk senantiasa mentafakkuri dan mentadabburi setiap ayat yang terkandung didalamnya.
Al-walid bin Al-Mughirah, salah seorang musuh Rasulullah yang paling keras, mengatakan, “Sesungguhnya Al Qur-an mengandung suatu kemanisan, mengandung suatu keindahan. Dibawahnya terdapat sesuatu yang menyuburkan, dan diatasnya terdapat sesuatu yang berbuah. Ini bukanlah perkataan manusia”
2.3. Hukum yang terdapat dalam Al Qur-an
            Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Al Qur-an menjelaskan hukum-hukum syara’ secara mujmal (global), sedangkan sunnah yang berfungsi menjelaskan secara rinci itu untuk tunduk kepadanya, karena pada dasarnya Assunnah berasal dari Al Qur-an juga, sebagaimana kalam Allah SWT. :
`¨BÆìÏÜãƒtAqߧ9$#ôs)sùtí$sÛr&©!$#(`tBur4¯<uqs?!$yJsùy7»oYù=yör&öNÎgøŠn=tæ$ZàŠÏÿymÇÑÉÈ
Artinya : “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” Q.S.Annisa : 80)
            Dengan demikian, Al Qur-an telah menjelaskan hukum-hukum syara’ secara integral. Berikut akan dijelaskan macam-macam hukum itu secara sekilas. Hukum-hukum Al Qur-an terbagi ke dalam beberapa bagian:
1.      I’tiqadiyah
Hukum i’tiqadiyah, yakni hukum yang berkaitan dengan masalah aqidah. Jadi pembahasannya fokus pada pembahasan aqidah yang mesti dipegang oleh seorang Mukallaf. Seperti, Iman kepada Allah, Iman kepada Rasul-Rasul Allah, Iman kepada hari akhir, Iman kepada qada dan qadar, dan sebagainya.

2.      Hukum moralitas
Hukum moralitas, yaitu hukum yang berkaitan dengan sesuatu yang mesti dijadikan perhiasan oleh seorang mukallaf, berupa hal-hal yang fadhilah dan menghindarkan diri yang dapat menjerumuskan pada jurang kehinaan.
3.      Hukum amaliyah
Hukum amaliyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan seseuatu yang timbul dari mukallaf, baik berupa perkataan, perbuatan, ikatan perjanjian hukum, dan pembelanjaan. Hukum yang ketiga ini adalah fiqh Al Qur-an. Dan inilah yang disebut dengan sampai kepadanya dengan ilmu ushul fiqh.
            Adapun hukum-hukum amaliyah yang terkandung didalam Al Qur-an terdapat 2 macam, yakni:
1.      Ibadah
Al Qur-an telah memerintahkan kepada kita seluruh ibadah yang difardhukan. Seperti Shalat, Zakat, Hajji, Shaum, Shadaqah, dan segala macam ibadah lainnya. Hanya saja, Al Qur-an memerintahkannya secara global. Seperti perintah untuk mengerjakan shalat, Allah tidak enjelaskan secara rinci mengenai waktu dan rukun-rukun pelaksanaannya. Kemudian, secara implementasi Rasulullah SAW. menjelaskan secara rinci dan sempurna, yang diikuti dengan Sabdanya:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatlah kamu sekalian dengan cara sebagaimana kamu melihat aku sholat”
          Zakat pun demikian, yang dijelaskan Rasulullah SAW. dengan bentuk praktek mengumpulkan harta dari hasil zakat, mengirimkan petunjuk pelaksanaan zakat kepada para amil zakat, dan sebagainya.
          Dan, timbul suatu pertanyaan, mengapa Al Qur-an menjelaskan masalah-masalah ibadah secara mujmal dan kemudian dirinci oleh Sunnah yang kebanyakan dengan praktek? Hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa ibadah adalah inti dari agama islam, yang menjadi tiang bagi tegknya akhlaq seseorang, dan tolong menolong dikalangan masyarakat. Oleh karena itu, Al Qur-an dan Sunnah saling memperkuat, untuk mempersempit terjadinya qiyas dan interpretasi perseorangan.
          Karena itu, dasar-dasar pokok ibadah semuanya terdapat dalam Al Qur-an yang dirni oleh Sunnah dalam bentuk praktek secara mutawattir, sehingga menjadi ijma’ dikalangan ummat islam. Padahal, ijma’ tidak pernah terjadi, kecuali dalam masalah ibadah. Hadits-hadits ahad yang menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibadah adalah sedikit sekali, dan itupun tidak menyangkut masalah rukun-rukunnya ibadah. Sehingga, sedikit sekali tejadi perbedaan pendapat dikalangan fuqaha dalam maslah ibadah. Jika harus terjadi perbedaan pendapat, itupun kebanyakan hanya dalam masalah-masalah yang tidak menyangkutdasar-dasar fardhunya ibadah atau rukun-rukunnya, bahkan dalam sebagian bentuk dan keutamaan ibadah.
2.      Hukum Mu’amalah
Hukum muamalah yaitu hukum yang berkaitan dengan dengan akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, dan lainnya yang bukan ibadah dan dimaksudkan untuk menghubungkan antar sesama mukallaf baik secara individu, ataupun secara kolektif.
            Menurut istilah modern, hukum muamalat ini telah dibagi menurut seseuatu yang berkaitan dengannyadan maksud yang dikehendakinyamenjadi beberapa macam berikut ini.
a.      Hukum Keluarga
 Berkenaan dengan masalah keluarga. Bahkan, jikalau kita kaji, di antara banyak hukum syara’ yang dipaparkan dalam Al Qur-an, hanya hukum-hukum mengenai keluarga inilah yang dijelaskan secara terperinci. Misalnya, hukum-hukum tentang pernikahan, mahram, perceraian, macam-macam ‘iddah dan tempatnya, pembagian waris (fara-idh), dan lainnya, yang kesemuanya itu dijelaskan secara rinci oleh Al Qur-an, dan disempurnakan oleh Hadits.
b.      Hukum Pidana
Selain ada hukum keluarga yang dijelaskan secara detail oleh Al Qur-an, ternyata Al Qur-an juga menjelaskan tentang hukum jinayah (pidana). Telah banyk pula Al Qur-an menjelaskan tentang hukum-hukum pidana yang menimpa seseorng atas kejahatan yang menimpa seseorang dalam bentuk qishash yang didasarkan atas persamaan antara kejahatan dan hukuman. Diantara hukum-hukum qishash yang dijelaskan dalam Al Qur-an adalah qishash pembunuh, qishash anggota badan, dan qishash luka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang, hukumannya adalah dianalogikan dengan qishash, yakni persamaan antara perbuatan yang dilakukan dengan hukuman.
c.       Hukum Acara
Hukum acara yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadian, kesaksian, dan sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan diantara manusia.
d.      Hukum Perundang-undangan
Hukum perundang-undangan yaitu hukum yang berhubungan dengan pengaturan pemerintahan dan pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan penguasa dan rakyatdan menetapkan hak-hak individu dan masyarakat.
e.       Hukum Tata Negara
Hukum tata negara yaitu hukum yang berelevansi dengan hubungan antara negara islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non islam yang berada di Negara Islam, baik dalam keadaan damai, ataupun dalam suasana peperangan, serta menentukan hubungan antara ummat islam dengan non islam islam diberbagai negara islam.
f.        Hukum Ekonomi dan Keuangan
Ini adalah hukum yang bersangkutan dengan orang miskin, baik yang meminta-minta, berkenaan dengan harta orang kaya, dan pengaturan berbagai sumber dan perbankan. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan kekayaan antara orang-orang kaya dan orang-orang kafir, dan antara Negara dan rakyat.
Siapapaun yang belajar dan mempelajari Al Qur-an secara benar, maka ada yang dapat diambil setelahnya, yaitu bahwa hukum-hukumnya bersifat rinci (tafshilliyyah) dalam bidang-bidang ibadah, dan bidang-bidang yang disamakan dengannya, yaitu hukum keluarga dan hukum warisan, kareana kebanyakan hukum ini bersifat ta’abbudi, dan tidak ada peluang bagi akal didalamnya serta tidak berkembang bersama dengan perkembangan lingkungan.
Adapun hukum-hukum selain ibadah, seperti hukum pidana, hukum tata negara, dan hukum ekonomi, maka hukum yang ada didalam Al Qur-an mengenai semuanya itu hanya kaidah-kaidah secara umum saja dan prinsip-prinsip dasar. Al Qur-an tidak begitu menyinggung secara detail mengenai masakah tersebut. Karena sesungguhnya hukum-hukum ini berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan dan kemaslahatan. Oleh karenanya, Al Qur-an membahasnya secara kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip dasar, agar penguasa pada setiap masa leluasa untuk merinci undang-undang mereka mengenai hal itu sesuai dengan kemaslahatan dalam batas-batas yang diberikan oleh Al Qur-an tanpa berbentura dengan hukum yang sudah tertera dalam Al Qur-an.
2.4.  Dalalah Ayat Al Qur-an : Qoth’i dan Zhanni                                             
            Nash-nash Al Qur-an seluruhnya bersifat qoth’i, dari segi kehadirannya dan ketetapannya, seperti periwayatan Rasulullah SAW. kepada kita. Maksudnya, kita memastikan bahwa setiap nash Al Qur-an yang dibaca itu adalah hakikat nash Al Qur-an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril. Kemudian, Rasulullah yang ma’shum itu menyampaikannya kepada kita tanpa ada yang dirubah sedikitpun dari ayat-ayatnya, tidak pula ada penggantian. Karena, Rasulullah SAW. itu ketika turun ayat, maka ia langsung menyampaikannnya kepada para shahabat dan membacakannya kepada mereka. Sementara penulis wahyu, ia menuliskannya, ada yang utuk diri sendirinya. Di antara mereka banyak yang menghafalnya dan membacanya di dalam shalat mereka.
            Rasulullah SAW. tidaklah wafat melainkan seluruh ayat-ayat Al Qur-an telah dicatat menurut kebiasaan orang Arab dalam mencatat, dihafalkan didalam hati kebanyakan kaum Muslimin. Selanjutnya, shahabat Abu Bakar Ashshidiq mealalui perantaraan Zaid bin tsabit dan sebagian shahabat yang terkenal dnegan mencatat dan menghafalnya, mengumpulkan Al Qur-an yang dicatat itu, dan menghubungkan sebagiannya dengan sebagian yang lainnya, dengan menurut urutan yang dibacakan Rasululah SAW. yang dibacakan kepada para shahbatnya ketika ia masih hidup.
            Adapun nash-nash Al Qur-an itu dari segi dalalahnya terhadap hukum-hukum yang dikandungnya, maka ia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a.       Nash yang Qath’i dalalahnya terhadap hukumnya.
b.      Nash yang zhanni dalalahnya terhadap hukumnya..
            Adapun nash yang qoth’i dalalahnya yaitu nash yang menunjukkan kepada makna yang pemahaman makna itu dari nash tersebut telah telah tertentudan tidak mengandung takwil, serta tidak ada peluang untuk memahami makna lainnya dari nash itu.
            Misalnya kalam Allah SWT. :
*öNà6s9urß#óÁÏR$tBx8ts?öNà6ã_ºurør&bÎ)óO©9`ä3tƒ£`ßg©9Ó$s!ur4bÎ*sùtb$Ÿ2 Æßgs9Ó$s!urãNà6n=sùßìç/9$#$£JÏBz`ò2ts?4.`ÏBÏ÷èt/7p§Ï¹uršúüϹqãƒ!$ygÎ/÷rr&&úøïyŠ4 Æßgs9urßìç/9$#$£JÏBóOçFø.ts?bÎ)öN©9`à6tƒöNä3©9Ós9ur4bÎ*sùtb$Ÿ2öNà6s9Ó$s!ur£`ßgn=sùß`ßJV9$#$£JÏBLäêò2ts?4.`ÏiBÏ÷èt/7p§Ï¹uršcqß¹qè?!$ygÎ/÷rr&&ûøïyŠ3bÎ)uršc%x.×@ã_uß^uq・'s#»n=Ÿ2Írr&×or&tøB$#ÿ¼ã&s!urîˆr&÷rr&×M÷zé&Èe@ä3Î=sù7Ïnºur$yJßg÷YÏiBâ¨ß¡9$#4bÎ*sù(#þqçR%Ÿ2uŽsYò2r&`ÏBy7Ï9ºsŒôMßgsùâä!%Ÿ2uŽà°ÎûÏ]è=W9$#4.`ÏBÏ÷èt/7p§Ï¹ur4Ó|»qãƒ!$pkÍ5÷rr&AûøïyŠuŽöxî9h!$ŸÒãB4Zp§Ï¹urz`ÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOŠÎ=ymÇÊËÈ
Artinya:
            “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(Q.S. Annisa:12)
Ayat ini adalah qath’i dalalahnya, bahwa sebahagian suami dalam kondisi seperti ini adalah seperdua, tak bisa yang lainnya.
Juga Kalam Allah SWT. mengenai orang yang berzina:
èpuÏR#¨9$#ÎT#¨9$#ur(#rà$Î#ô_$$sù¨@ä.7Ïnºur$yJåk÷]ÏiBsps($ÏB;ot$ù#y_(Ÿwur/ä.õè{ù's?$yJÍkÍ5×psùù&uÎûÈûïÏŠ«!$#bÎ)÷LäêZä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#ur̍ÅzFy$#(ôpkôuŠø9ur$yJåku5#xtã×pxÿͬ!$sÛz`ÏiBtûüÏZÏB÷sßJø9$#ÇËÈ
Artinya:
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Q.S. Annur:2)
            Sedangkan nash yang zhanni dalalahnya ialah nash yang menunjukkan atas suatu makna, akan tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan dari makna ini ke makna yang lainnya dimaksudkan darinya. Misalnya kalam Allah SWT. :
àM»s)¯=sÜßJø9$#uršÆóÁ­/uŽtItƒ£`ÎgÅ¡àÿRr'Î/spsW»n=rO&äÿrãè%4Ÿwur@Ïts£`çlm;br&z`ôJçFõ3tƒ$tBt,n=y{ª!$#þÎû£`ÎgÏB%tnör&bÎ)£`ä.£`ÏB÷sル!$$Î/ÏQöquø9$#ur̍ÅzFy$#4£`åkçJs9qãèç/ur,ymr&£`ÏdÏjŠtÎ/Îûy7Ï9ºsŒ÷bÎ)(#ÿrߊ#ur&$[s»n=ô¹Î)4£`çlm;urã@÷WÏBÏ%©!$#£`ÍköŽn=tãÅ$rá÷èpRùQ$$Î/4ÉA$y_Ìh=Ï9ur£`ÍköŽn=tã×py_uyŠ3ª!$#urîƒÍtãîLìÅ3ymÇËËÑÈ
Artinya:
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al- Baqarah : 288)


BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
            Ditinjau dari segi terminologi, Al Qur-an adalah kalam Allah yang diaturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang di mulai dengan surat Al Fatihah, dan di akhiri dengan surat Annas, dan bagi yang membacanya mendapat pahala.
            Al Qur-an memiliki nilai kemu’jizatan yang sangat tinggi. Diantarnya sebagian diantara para ‘ulama menyebutkannya melalui isyarat, yakni syari’at yang terkandung didalamnya. Syari’at Al Qur-an memberikan memberikan kemerdekaan yang penuh bagi setiap orang laki-laki dan perempuan yang sudah mencapai usia baligh, memperlakukan hamba sahaya dengan penuh kasih sayang dan mempersempit perbudakan sertaserta memperluas kemerdekaan dan menciptakanperaturan khusus untuk mereka.
            Di dalam Al Qur-an, banyak sekali terkandung hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadah dan Muamalah. Di dalam hukum ibadah misalnya, Al Qur-an menjelaskan tentang perintah Allah SWT. kepada kita mengenai Shalat. Walaupun memang perintah tersebut bersifat global. Contoh lainnya adalah dalam hal Hukum Mu’amalah. Allah AWT. telah menjelaskan pokok-pokok mu’amalah kehartabendaan yang adil dan dipbolehkan dalam Al Qur-an. Adapun dasar yang dijadikan prinsip dalam mu’amalah kehartabendaan , ada 2 hal, yaitu: melarang memakan makanan yang bathil, serta saling merelakan.
            Di tinjau dari segi dalalahnya, bahwa nash-nash Al Qur-an semuanya bersifat qath’i dari segi kehadirannya dan ketetapannya dan periwayatan Rasulullah SAW. kepada kita. Adapun berdasarkan hukum-hukum yang dikandungnya, maka ia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: Nash qath’i dalalahnya terhadap hukumnya, dan nash yang zhanni dalalahnya terhadap hukumnya.




DAFTAR PUSTAKA

Wahhab Khallaf, Abdul.1994. Ilmu Ushul Fifh.Semarang:Dina Utama
Abu Zahrah, Muhammad.1994. Ushul Fiqh. Jakarta:Pustaka Firdaus
Ashshidqie, Hasbi.1954. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur-an. Jakarta:Bulan Bintang
Hakim Hamid, ‘Abdul.2007. assulaam. Jakarta:Pustaka Sa’diyah Putra
Al Utsaimin Shalih, Ibnu Muhammad.2008. Ushul Fiqih. Yogyakarta:Media Hidayah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar