PERADABAN SEBELUM RASULULLAH
(Makalah ini disusun untuk memenuhi matakuliah pendidikan sejarah
peradaban)
Disusun oleh:
Muhammad
PROGDI TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi.
Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di
Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga
didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam, dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di
antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah
Yaman.
Di sisi lain, kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw dan diturunkan dalam konteks geografis Arab,
mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap
al-Qur’an hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan
pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi audiens
pertama al-Qur’an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu dengan segala
kultur dan tradisinya. Dan untuk memiliki pengertian
yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu hal yang perlu
diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam, Muhammad, dan
sejarah Islam terdahulu.
Dalam penjelasan makalah berikut akan membahasa
terkait peradaban sebelum Rasulullah, sistem kemasyrakatan, peradaban sosial
budaya, sistem kepercayaan dan ketuhanan serta pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peradaban sebelum Rasulullah
Sifat Sebelum Islam, di negeri-negeri Jazirah Arabia telah berdiri
beberapa kerajaan. Menurut sifat dan bentuknya dapat dibagi menjadi dua:[1]
1.
Kerajaan
yang berdaulat, tetapi tunduk kepada kerajaan lain (mendapat otonaomi dalam
negeri). Contoh : kerajaan Makyan, kerajaan Saba, kerajaan Himyar dan
lain-lain.
2.
Kerajaan
tidak berdaula, memiliki kemerdekaan penuh, disebut juga induk suku.[2]
Bangsa Arab terdiri dari banyak suku. Seringkali terjadi
penganiayaan yang dilakukan seseorang dari satu suku terhadap orang dari suku
yang lain. Dalam hal ini, akan menjadi kewajiban suku yang anggotanya dianiaya
untuk menuntut balas. Oleh karena itu, sering terjadi peperangan antarsuku.
Bahkan, peperangan ini terkadang berlangsung hingga beberapa generasi
setelahnya, untuk memuliakan dan menghormati Ka’bah, muncul larangan berperang
ataupun melancarkan serangan pada beberapa bulan dalam setahun, yaitu bulan
Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Namun, bangsa Arab saat itu
memperbolehkan peperangan dilaksanakan pada bulan Muharram. Lalu sebagai
gantinya, mereka menghentikan perang pada bulan Safar. Tindakan ini dinamakan
An-Nasi (pengunduran).
Berdasarkan tempat hidupnya, bangsa Arab saat itu dapat dibedakan
menjadi penduduk padang pasir dan penduduk negeri. Penduduk Arab padang pasir
memiliki karakter pemberani. Karena pennghidupan di padang pasir serba sulit,
tidak seperti penghidupan di negeri-negeri, penduduk padang pasir selalu
menyerang penduduk negeri. Oleh karena itu, bangsa Arab padang pasir dipandang
sebagai orang yang beradab. Padang pasir dan bangsa Arab yang mendiami wilayah
itu menyebabkan daerah Jazirah Arab bagian dalam tidak dikenali oleh kaum
pendatang dan para penulis. Keadaan padang pasir itu juga menyebabkan
penduduknya terhindar dari penjajahan.
Kota Mekah merupakan tempat yang dipandang suci oleh seluruh bangsa
Arab. Kota Mekah sejak awal didirikan telah mengenal sistem pemerintahan.
Beberapa suku pernah memegang kekuasaan atas kota Mekah, yaitu suku Amaliqah
(sebelum Nabi Ismail dilahirkan), suku Jurhum, dan suku Khuza’ah (440 M). Suku
Khuza’ah yang mengambil kekuasaan Mekah dari suku Jurhum mendirikan Darun
Nadwah, yaitu tempat untuk bermusyawarah bagi penduduk Mekah di bawah
pengawasan Qushai.
Beberapa tahun sebelum Nabi Muhammas dilahirkan, Negeri Habsyl
berhasil menaklukkan negeri Yaman. Gubernur yang pernah memerintah di Yaman
atas nama raja Habsyl bernama Abrahah. Abrahah memerhatikan cara bangsa Arab
yang sangat memuliakan negeri Mekah dan banyaknya pengunjung dari segala
penjuru Arab yang datang ke sana untuk mengerjakan ibadah haji. Abrahah
berpikir untuk mendirikan bangunan yang lebih besar dari Ka’bah dan menyerukan
agar bangsa Arab mengunjunginya. Lalu, dia mendirikan sebuah gereja besar di
sana dan menganjurkan bangsa Arab untuk mengerjakan ibadah haji di sana. Namun,
bangsa Arab marah dan menolaknya.
Pada akhirnya, perabotan di dalam gereja itu dihancurkan oleh seseorang
dari Bani Malik Ibnu Kinanah.Abrahah yang mengetahui peristiwa itu bersumpah
untuk menghancurkan Ka’bah. Dia membawa sepasukan besar tentara bergajah
Habsyl. Namun, Allah memberikan azab kepada pasukan bergajah yang dipimpin oleh
Abrahah dengan mengutus burung-burung yang melempari pasukan bergajah dengan
batu-batu, seperti yang diterangkan dalam QS. Al Fil. Peristiwa ini disebut
Tahun Gajah, tahun di mana Rasulullah lahir.[3]
B.
Sistem Kemasyarakatan
Adapun beberapa suku yang tinggal di jazirah arab,[4] yaitu :
1. Arab Ba’idah
Yaitu bangsa arab yang telah musnah yaitu, orang-orang arab yang telah
lenyap jejaknya. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat
dalam catatan kitab-kitab suci. Arab Ba'idah ini termaksud suku bangsa arab
yang dulu pernah mendiami Mesopotamia akan tetapi, karena serangan raja namrud
dan kaum yang berkuasa di Babylonia, sampai Mesopotamia selatan pada tahun 2000
SM suku bangsa ini berpencar dan berpisah ke berbagai daerah, di antara kabilah
mereka yang termaksud adalah: 'Aad, Tsamud, Ghasan, Jad.
2. Arab Aribah
Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini.Mereka
berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian sungai Eufrat kemudian
pindah ke Yaman. Suku bangsa arab yang terkenal adalah: Kahlan dan Himyar.
Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba' yang berdiri abad ke-8 SM dan
kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.
3. Arab Musta'ribah
Yaitu menjadi arab atau peranakan disebut demikian karena waktu Jurhum dari
suku bangsa Qathan mendiami Mekkah, mereka tinggal bersama nabi Ismail dan
ibunya Siti Hajar. Nabi Ismail yang bukan keturunan Arab, mengawini wanita suku
Jurhum. Arab Musta'ribah sering juga disebut Bani Ismail bin Ibrahim ismail
Adnaniyyun.[5]
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau
rumpun bangsa Caucasoid, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi
wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa
arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir
yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat
ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh
secara sporadic di tanah arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun
hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat
dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan
‘Adaniyun (keturuan Ismail ibnu Ibrahim as)
Namun, jika dilihat dari segi territorial, penduduk jazirah arab
terbagi atas dua bagian yaitu penduduk kota (ahl al hadhara) dan penduduk
pedalaman (ahl al badwi). Penduduk kota tinggal dan menetap di kota-kota jazirah
arab dengan mata pencaharian utama berdagang dan bercocok tanam. Kaum al badwi
adalah penduduk yang mendiami daerah pedalaman. Cara hidup mereka adalah
nomaden yaitu berpindah-pindah dari satu daerah kedaerah yang lain. Mereka
tidak mempunyai perkampungan yang tetap. Cara hidup nomaden ini sesuai dengan
keadaan alam dari jazirah arab. Jazirah ini sebagian besar terdiri dari padang
pasir dan tanah pegunungan. Disana-sini diselingi oleh oase. Oleh karena
keadaan alam yang demikian itulah maka satu-satunya mata pencaharian mereka
adalah berternak.[6]
C.
Peradaban Sosial Budaya
Arab
adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur.
Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabat pun tidak
merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan.
Mengenai kebudayaan sebelum islam, buku
Sejarah dan kebudayaan islam (Tim Penyusun Depag RI 1982 : 11-15), menjelaskan
agak rinci sebagaimana disarikan berikut. Berkaitan dengan kelebihan bahasa, bangsa Arab pun pandai dibidang sastra, khususnya membuat syair-syair.
Syair bagi mereka untuk mengungkapkan pikiran pikiran, pengetahuan-pengetahuan
dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Hampir semua bentuk pengungkapan itu
disampaikan melalui bentuk syair. Selain itu bentuk-bentuk pengungkapan itu
melalui natsr (prosa), amtsal (perumpamaan-perumpamaan), khitabah (pidato),
ansab (geneologi), dan lainnya tapi tidak sekuat bentuk syair.
Modal
utama kebudayaan non material bangsa arab adalah bahasa yang mereka pergunakan
untuk berkomunikasi. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam pergaulan sebab
bahasa arab musta’rabah itu memiliki banyak kesamaan filologi dan semantik
dengan bahasa–bahasa lain dari rumpun bahasa samiyah. Faktor bahasa ini memeperlancar urusan
perdagangan diantara bangsa-bangsa arab yang kehidupannya berpindah-pindah itu
(nomaden). Tiap tahun dimusim haji mereka bertemu, berkenalan, berdagang, dan
bersyair,. Dalam pertemuan itu terjadi pertukaran pengalaman, pengetahuan dan
pertunjukan kemahiran mengungkapkan perasaan melalui dan turunan moyangnya,
keberanian dan keperkasaannya menggembara dan berperang.[7]
Kehidupan masyarakat arab berpindah-pindah
dari satu kelain tempat yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk hidup.
Kondisi alam semacam ini membuat mereka bersikap sebagai pemberani dan bersikap
keras dalam mempertahankan prinsip dan kepercayaan. Kondisi ini pula yang yang
membuat mereka harus mengusai seperangkat ilmu dan ketrampilan untuk hidup
sesuai dengan lingkungannya misalnya mereka menguasai ilmu meramal jejak dan
peristiwa alam yang akan terjadi, seperti kapan turun hujan, dimana terdapat
mata air, dan dimana terdapat sarang binatang buruan serta binatang buas.
Disiang hari mereka mampu membaca jejak melalui padang pasir, sedangkan dimalam
hari mereka menggunakan bintang-bintang. Karena itu ilmu-ilmu perhitungan (semacam ramal) dan perbintangan, dalam
batas-batas tertentu, berkembang dikalangan bangsa Arab sebelum islam. [8]
D.
Sistem Kepercayaan dan Ketuhanan
Bangsa
Arab sebelum islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan
mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan ismail
as. Al-Quran menyebut agama itu dengan Hanif yaitu kepercayaan yang
mengakui keesaan Allah sebagai penciptaalam, Tuhan menghidupkan dan yang
mematikan, tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya.
Kepercayaan
kepada Allah tersebut tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai kerasulan Muhammad
SaW, hanya saja keyakinan itu dicampur baurkan dengan tahyul dan kemusyrikan,
mensekutukan Tuhan dengan sesuatu dalam menyembah dan memohon kepadanya. Seperti
jin, roh, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan sebagainya.[9]
Bangsa
Arab memiliki kepercayaan yang sederhana. Seperti bangsa lain yang belum tinggi
kebudayaannya, mereka percaya bahwa kekuatan alam disekitarnya itu mempengaruhi
kehidupan mereka. Kekuatan-kekuatan alam itu mereka lihat dalam bentuk manusia
yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang besar sekali dan yang mereka sebut
jin. Lain dari itu mereka percaya pula jiwa, jin itu bertempat tinggal di
padang–padang pasir . Selain itu mereka
juga percaya kepada dewa-dewa (patung) . Perbedaan antara dewa dan jin ini
tidak banyak kelihatannya, hanya bahwa jin dapat berbuat jahat kepada manusia,
sedang dewa berbuat baik terhadap mereka.
Tiap
suku menyembah dewanya sendiri-sendiri yang dianggapnya ada hubungan darah
dengan suku mereka, tetapi mereka juga kekuatan dewa suku lain. Perhubungan
antara dewa dan suku itu tidak sama, misalnya dengan perhubungan bangsa yahudi
dengan tuhannya, yaitu penuh khidmat antara perasaan makhluk dan khaliknya.
Diantara dewa yang banyak itu mereka mengenal 3 dewa (patung) yang terpenting
yaitu :
1. Al
manat, yang banyak disembah oleh kaum badawi dari suku Hudzail
2.
Allat, dewi yang di taif disebut ar-Rabbag
3.
Al-Uzza, yang maha kuasa[10]
Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah
adalah : Hubal. Dan kemudian mereka membuat patung-patung seperti Lata, Uzza,
Manata dan lain-lain. Tidak semua orang arab jahiliyah menyembah Watsaniyah ada
beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Agama Yahudi dianut
oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (semid). Asal usul
Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra nabi Yakub.
Agama Yahudi sampai ke Jazirah Arab oleh bangsa Israel
dari negeri Asyur. Mereka diusir oleh kerajaan Romawi yang beragama Masehi dan
bangsa Asyur ini berangsur-angsur mendiami Yastrib (Madinah) dan sekitarnya dan
mereka menyebarkan agama Yahudi tersebut. [11]Agama
Masehi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan bahwa perbuatan
dan iradat al–Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah berkata bahwa
persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah sebagaimana air
dimasukan ke dalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu.
Agama-agama yang ada pada saat itu antara lain :
1. Yahudi
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
2. Nashara(Kristen).
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
3. Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
4. Syirik(Paganisme).
Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.[12]
Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.[12]
5. Al-Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian.
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian.
E.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Sekalipun Jazirah Arabia, terutama Hijaz dan Najd, terpencil dari
dunia luar, namun mereka memiliki daya intelektual yang sangat cerdas. Bukti
dari kecerdasan mereka dapat dilihat pada pelbagai peninggalan mereka, baik
dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Bukti kecerdasan akal mereka dalam
ilmu pengetahuan dan seni bahasa, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.Ilmu Astronomi
Bangsa Kaida (Babilon) adalah guru dunia dalam ilmu astronomi.
Mereka telah menciptakan ilmu astronomi
dan membina asas-asasnya. Pada waktu tentara Persia menyerbu negeri Babilon,
sebagian besar dari mereka termasuk ahli ilmu astronomi mengungsi ke
negeri-negeri Arab. Dari merekalah orang mempelaji ilmu astronomi.
2.Ilmu meterologi. Mereka menguasai ilmu cuaca atau ilmu iklim
(meterologi) yang dalam istilah mereka waktu itu disebut al-anwa wa
muhabburriyah atau istilah bahasa Arab modern disebut adh-dhawahirul
jauwiyah.
3.Ilmu Mitologi
Ilmu ini mempelajari beberapa kemungkinan peristiwa seperti perang,
damai, dan lain-lain. Yang didasarkan pada bintang-bintang. Seperti halnya
orang-orang Arab purba, maka mereka pun menuhankan bintang-bintang, matahari,
dan bulan. Atas pemberitahuan dari Tuhannya maka mereka mengetahui sesuatu.
4.Ilmu Tenung
Ilmu tenun ini juga berkembang pada masa itu, dan ilmu tersebut
dibawa oleh bangsa Kaldan(Babilon) ke tanah Arab kemudian ilmu tenun berkembang
sangat luas di kalangan mareka.
5.Ilmu Thib (kedokteran)
Ilmu tersebut berasal dari bangsa Kaldan. Mereka mengadakan
percobaan penyembuhan orang sakit dengan cara menempetkan orang sakit di tepi
jalan kemudian mereka menanyakan tentang obat kepada siapapun yang lewat jalan
tersebut, dan mereka mencatatnya.
Pada awalnya pengobatan dilakukan oleh tukang tenun, kemudian dukun
hingga akhirnya berkembang, ilmu kedokterna dari Babilon diambil oleh bangsa
lain, termasuk oleh bangsa Arab, sehingga ilmu tersebut menjadi berkembang di
kalangan Arab.[13]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sifat Sebelum Islam, di negeri-negeri Jazirah Arabia telah berdiri
beberapa kerajaan. Menurut sifat dan bentuknya dapat dibagi menjadi dua:[14]
1.
Kerajaan
yang berdaulat, tetapi tunduk kepada kerajaan lain (mendapat otonaomi dalam
negeri). Contoh : kerajaan Makyan, kerajaan Saba, kerajaan Himyar dan
lain-lain.
2.
Kerajaan
tidak berdaula, memiliki kemerdekaan penuh, disebut juga induk suku.
Selain itu di Mekah terdapat Ka’bah yang menjadi pusat ibadah umat
Islam. Namun, sebelum Rasulullah ibadah para muslim sudah tidak murni lagi
bahkan orang-orang sholih pun sudah tercampur dengan kebit’ahan. Oleh karena
itulah zaman ini disebut zaman jahiliyah.
Bangsa Arab terdiri dari banyak suku. Seringkali terjadi
penganiayaan yang dilakukan seseorang dari satu suku terhadap orang dari suku
yang lain. Dalam hal ini, akan menjadi kewajiban suku yang anggotanya dianiaya
untuk menuntut balas. Oleh karena itu, sering terjadi peperangan antarsuku.
Bahkan, peperangan ini terkadang berlangsung hingga beberapa generasi
setelahnya, untuk memuliakan dan menghormati Ka’bah, muncul larangan berperang
ataupun melancarkan serangan pada beberapa bulan dalam setahun, yaitu bulan
Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Namun, bangsa Arab saat itu
memperbolehkan peperangan dilaksanakan pada bulan Muharram. Lalu sebagai
gantinya, mereka menghentikan perang pada bulan Safar. Tindakan ini dinamakan
An Nasi (pengunduran). Karena itulah peradaban Islam di Aarab tidak maju.
Daftar
Pustaka
Ali Mufrodi, Islam
di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997.
Fadhil
Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang :
Sukses Offset, 2008.
Moh
nurhakim, jatuhnya sebuah tamadun
menyingkap sejarah kegemilangan dan kehancuran khalifah islam Jakarta
kementrian agama republik Indonesia direktorat jendral pendidikan islam; 2012
Najmuddin
zuhdi sirah nabi dan sahabat.
Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997
Soebardi
dan Harsojo, pengantar sejarah dan ajaran
islam jakarta : 1983, percetakan Binacipta
Samsul
Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009
Tafsir
Ibnu Katsir, al-Bidaya wa al-Nihaya Cairo. 1932.
Zakky
Mubarak, Menjadi Cendekiawan Muslim; Kuliah IslamdiPerguruanTinggiUmum, Jakarta
: PT Magenta Bhakti Guna, 2007
[1] Samsul
Munir. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : AMZAH) hal. 57
[2] Hasjmy.
Sejarah Peradaban Islam, hal 18
[3] Zakky
Mubarak, Menjadi Cendekiawan Muslim; Kuliah IslamdiPerguruanTinggiUmum( Jakarta
: PT Magenta Bhakti Guna, 2007) hal 50
[4] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab,
Jakrta : Logos 1997. Hal 5 -8
[5] Tafsir Ibnu Katsir, al-Bidaya wa al-Nihaya
Cairo: 1932. Hal 188
[6] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta
Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal
; 6-7
[7] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta
Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal
;24
[8] Moh nurhakim, jatuhnya sebuah tamadun menyingkap
sejarahkegemilangan dan kehancuran khalifah islam Jakarta kementrian agaa
republic Indonesia direktorat jendral pendidikan islam; 2012 hal ;21
[9] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta
Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal
; 15-16
[10] Soebardi dan Harsojo, pengantar sejarah dan ajaran islam jakarta
: 1983, perctakan Binacipta hal :7
[11] Drs. Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam
Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008. Hal 62
[12] http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
[14] Samsul
Munir. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : AMZAH) hal. 57
Terima kasih. Izin Copy untuk bahan liqo
BalasHapus