Minggu, 14 Desember 2014

Sejarah Peradapan Islam Sebelum Rasulullah

 PERADABAN SEBELUM RASULULLAH
(Makalah ini disusun untuk memenuhi matakuliah pendidikan sejarah peradaban)

Disusun oleh:
Muhammad

PROGDI TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam, dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.
Di sisi lain, kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan diturunkan dalam konteks geografis Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur’an hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi audiens pertama al-Qur’an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu dengan segala kultur dan tradisinya. Dan untuk memiliki pengertian yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu hal yang perlu diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam, Muhammad, dan sejarah Islam terdahulu.
Dalam penjelasan makalah berikut akan membahasa terkait peradaban sebelum Rasulullah, sistem kemasyrakatan, peradaban sosial budaya, sistem kepercayaan dan ketuhanan serta pengembangan ilmu pengetahuan.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban sebelum Rasulullah
Sifat Sebelum Islam, di negeri-negeri Jazirah Arabia telah berdiri beberapa kerajaan. Menurut sifat dan bentuknya dapat dibagi menjadi dua:[1]
1.      Kerajaan yang berdaulat, tetapi tunduk kepada kerajaan lain (mendapat otonaomi dalam negeri). Contoh : kerajaan Makyan, kerajaan Saba, kerajaan Himyar dan lain-lain.
2.      Kerajaan tidak berdaula, memiliki kemerdekaan penuh, disebut juga induk suku.[2]
Bangsa Arab terdiri dari banyak suku. Seringkali terjadi penganiayaan yang dilakukan seseorang dari satu suku terhadap orang dari suku yang lain. Dalam hal ini, akan menjadi kewajiban suku yang anggotanya dianiaya untuk menuntut balas. Oleh karena itu, sering terjadi peperangan antarsuku. Bahkan, peperangan ini terkadang berlangsung hingga beberapa generasi setelahnya, untuk memuliakan dan menghormati Ka’bah, muncul larangan berperang ataupun melancarkan serangan pada beberapa bulan dalam setahun, yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Namun, bangsa Arab saat itu memperbolehkan peperangan dilaksanakan pada bulan Muharram. Lalu sebagai gantinya, mereka menghentikan perang pada bulan Safar. Tindakan ini dinamakan An-Nasi (pengunduran).
Berdasarkan tempat hidupnya, bangsa Arab saat itu dapat dibedakan menjadi penduduk padang pasir dan penduduk negeri. Penduduk Arab padang pasir memiliki karakter pemberani. Karena pennghidupan di padang pasir serba sulit, tidak seperti penghidupan di negeri-negeri, penduduk padang pasir selalu menyerang penduduk negeri. Oleh karena itu, bangsa Arab padang pasir dipandang sebagai orang yang beradab. Padang pasir dan bangsa Arab yang mendiami wilayah itu menyebabkan daerah Jazirah Arab bagian dalam tidak dikenali oleh kaum pendatang dan para penulis. Keadaan padang pasir itu juga menyebabkan penduduknya terhindar dari penjajahan.
Kota Mekah merupakan tempat yang dipandang suci oleh seluruh bangsa Arab. Kota Mekah sejak awal didirikan telah mengenal sistem pemerintahan. Beberapa suku pernah memegang kekuasaan atas kota Mekah, yaitu suku Amaliqah (sebelum Nabi Ismail dilahirkan), suku Jurhum, dan suku Khuza’ah (440 M). Suku Khuza’ah yang mengambil kekuasaan Mekah dari suku Jurhum mendirikan Darun Nadwah, yaitu tempat untuk bermusyawarah bagi penduduk Mekah di bawah pengawasan Qushai.
Beberapa tahun sebelum Nabi Muhammas dilahirkan, Negeri Habsyl berhasil menaklukkan negeri Yaman. Gubernur yang pernah memerintah di Yaman atas nama raja Habsyl bernama Abrahah. Abrahah memerhatikan cara bangsa Arab yang sangat memuliakan negeri Mekah dan banyaknya pengunjung dari segala penjuru Arab yang datang ke sana untuk mengerjakan ibadah haji. Abrahah berpikir untuk mendirikan bangunan yang lebih besar dari Ka’bah dan menyerukan agar bangsa Arab mengunjunginya. Lalu, dia mendirikan sebuah gereja besar di sana dan menganjurkan bangsa Arab untuk mengerjakan ibadah haji di sana. Namun, bangsa Arab marah dan menolaknya.
Pada akhirnya, perabotan di dalam gereja itu dihancurkan oleh seseorang dari Bani Malik Ibnu Kinanah.Abrahah yang mengetahui peristiwa itu bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah. Dia membawa sepasukan besar tentara bergajah Habsyl. Namun, Allah memberikan azab kepada pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah dengan mengutus burung-burung yang melempari pasukan bergajah dengan batu-batu, seperti yang diterangkan dalam QS. Al Fil. Peristiwa ini disebut Tahun Gajah, tahun di mana Rasulullah lahir.[3]


B.      Sistem Kemasyarakatan
Adapun beberapa suku yang tinggal di jazirah arab,[4] yaitu :
1.     Arab Ba’idah
Yaitu bangsa arab yang telah musnah yaitu, orang-orang arab yang telah lenyap jejaknya. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan kitab-kitab suci. Arab Ba'idah ini termaksud suku bangsa arab yang dulu pernah mendiami Mesopotamia akan tetapi, karena serangan raja namrud dan kaum yang berkuasa di Babylonia, sampai Mesopotamia selatan pada tahun 2000 SM suku bangsa ini berpencar dan berpisah ke berbagai daerah, di antara kabilah mereka yang termaksud adalah: 'Aad, Tsamud, Ghasan, Jad.
2.    Arab Aribah
Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini.Mereka berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian sungai Eufrat kemudian pindah ke Yaman. Suku bangsa arab yang terkenal adalah: Kahlan dan Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba' yang berdiri abad ke-8 SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.
3.    Arab Musta'ribah
Yaitu menjadi arab atau peranakan disebut demikian karena waktu Jurhum dari suku bangsa Qathan mendiami Mekkah, mereka tinggal bersama nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar. Nabi Ismail yang bukan keturunan Arab, mengawini wanita suku Jurhum. Arab Musta'ribah sering juga disebut Bani Ismail bin Ibrahim ismail Adnaniyyun.[5]
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh secara sporadic di tanah arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan ‘Adaniyun (keturuan Ismail ibnu Ibrahim as)
Namun, jika dilihat dari segi territorial, penduduk jazirah arab terbagi atas dua bagian yaitu penduduk kota (ahl al hadhara) dan penduduk pedalaman (ahl al badwi). Penduduk kota tinggal dan menetap di kota-kota jazirah arab dengan mata pencaharian utama berdagang dan bercocok tanam. Kaum al badwi adalah penduduk yang mendiami daerah pedalaman. Cara hidup mereka adalah nomaden yaitu berpindah-pindah dari satu daerah kedaerah yang lain. Mereka tidak mempunyai perkampungan yang tetap. Cara hidup nomaden ini sesuai dengan keadaan alam dari jazirah arab. Jazirah ini sebagian besar terdiri dari padang pasir dan tanah pegunungan. Disana-sini diselingi oleh oase. Oleh karena keadaan alam yang demikian itulah maka satu-satunya mata pencaharian mereka adalah berternak.[6]

C.    Peradaban Sosial Budaya
Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan.
Mengenai kebudayaan sebelum islam, buku Sejarah dan kebudayaan islam (Tim Penyusun Depag RI 1982 : 11-15), menjelaskan agak rinci sebagaimana disarikan berikut. Berkaitan dengan kelebihan bahasa, bangsa Arab pun pandai dibidang sastra, khususnya membuat syair-syair. Syair bagi mereka untuk mengungkapkan pikiran pikiran, pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Hampir semua bentuk pengungkapan itu disampaikan melalui bentuk syair. Selain itu bentuk-bentuk pengungkapan itu melalui natsr (prosa), amtsal (perumpamaan-perumpamaan), khitabah (pidato), ansab (geneologi), dan lainnya tapi tidak sekuat bentuk syair.
Modal utama kebudayaan non material bangsa arab adalah bahasa yang mereka pergunakan untuk berkomunikasi. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam pergaulan sebab bahasa arab musta’rabah itu memiliki banyak kesamaan filologi dan semantik dengan bahasa–bahasa lain dari rumpun bahasa samiyah. Faktor bahasa ini memeperlancar urusan perdagangan diantara bangsa-bangsa arab yang kehidupannya berpindah-pindah itu (nomaden). Tiap tahun dimusim haji mereka bertemu, berkenalan, berdagang, dan bersyair,. Dalam pertemuan itu terjadi pertukaran pengalaman, pengetahuan dan pertunjukan kemahiran mengungkapkan perasaan melalui dan turunan moyangnya, keberanian dan keperkasaannya menggembara dan berperang.[7]
Kehidupan masyarakat arab berpindah-pindah dari satu kelain tempat yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk hidup. Kondisi alam semacam ini membuat mereka bersikap sebagai pemberani dan bersikap keras dalam mempertahankan prinsip dan kepercayaan. Kondisi ini pula yang yang membuat mereka harus mengusai seperangkat ilmu dan ketrampilan untuk hidup sesuai dengan lingkungannya misalnya mereka menguasai ilmu meramal jejak dan peristiwa alam yang akan terjadi, seperti kapan turun hujan, dimana terdapat mata air, dan dimana terdapat sarang binatang buruan serta binatang buas. Disiang hari mereka mampu membaca jejak melalui padang pasir, sedangkan dimalam hari mereka menggunakan bintang-bintang. Karena itu ilmu-ilmu perhitungan (semacam ramal) dan perbintangan, dalam batas-batas tertentu, berkembang dikalangan bangsa Arab sebelum islam. [8]

D.    Sistem Kepercayaan dan Ketuhanan
Bangsa Arab sebelum islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan ismail as. Al-Quran menyebut agama itu dengan Hanif yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai penciptaalam, Tuhan menghidupkan dan yang mematikan, tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya.
Kepercayaan kepada Allah tersebut tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai kerasulan Muhammad SaW, hanya saja keyakinan itu dicampur baurkan dengan tahyul dan kemusyrikan, mensekutukan Tuhan dengan sesuatu dalam menyembah dan memohon kepadanya. Seperti jin, roh, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan sebagainya.[9]
Bangsa Arab memiliki kepercayaan yang sederhana. Seperti bangsa lain yang belum tinggi kebudayaannya, mereka percaya bahwa kekuatan alam disekitarnya itu mempengaruhi kehidupan mereka. Kekuatan-kekuatan alam itu mereka lihat dalam bentuk manusia yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang besar sekali dan yang mereka sebut jin. Lain dari itu mereka percaya pula jiwa, jin itu bertempat tinggal di padang–padang pasir . Selain  itu mereka juga percaya kepada dewa-dewa (patung) . Perbedaan antara dewa dan jin ini tidak banyak kelihatannya, hanya bahwa jin dapat berbuat jahat kepada manusia, sedang dewa berbuat baik terhadap mereka.
Tiap suku menyembah dewanya sendiri-sendiri yang dianggapnya ada hubungan darah dengan suku mereka, tetapi mereka juga kekuatan dewa suku lain. Perhubungan antara dewa dan suku itu tidak sama, misalnya dengan perhubungan bangsa yahudi dengan tuhannya, yaitu penuh khidmat antara perasaan makhluk dan khaliknya. Diantara dewa yang banyak itu mereka mengenal 3 dewa (patung) yang terpenting yaitu :
1. Al manat, yang banyak disembah oleh kaum badawi dari suku Hudzail
2. Allat, dewi yang di taif disebut ar-Rabbag
3. Al-Uzza, yang maha kuasa[10]
Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan kemudian mereka membuat patung-patung seperti Lata, Uzza, Manata dan lain-lain. Tidak semua orang arab jahiliyah menyembah Watsaniyah ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (semid). Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra nabi Yakub.
Agama Yahudi sampai ke Jazirah Arab oleh bangsa Israel dari negeri Asyur. Mereka diusir oleh kerajaan Romawi yang beragama Masehi dan bangsa Asyur ini berangsur-angsur mendiami Yastrib (Madinah) dan sekitarnya dan mereka menyebarkan agama Yahudi tersebut. [11]Agama Masehi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan bahwa perbuatan dan iradat al–Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah berkata bahwa persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah sebagaimana air dimasukan ke dalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu.
Agama-agama yang ada pada saat itu antara lain :
1.    Yahudi
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
2.    Nashara(Kristen).
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
3.    Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
4.    Syirik(Paganisme).
Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.[12]
5.    Al-Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian.

E.     Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Sekalipun Jazirah Arabia, terutama Hijaz dan Najd, terpencil dari dunia luar, namun mereka memiliki daya intelektual yang sangat cerdas. Bukti dari kecerdasan mereka dapat dilihat pada pelbagai peninggalan mereka, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Bukti kecerdasan akal mereka dalam ilmu pengetahuan dan seni bahasa, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.Ilmu Astronomi
Bangsa Kaida (Babilon) adalah guru dunia dalam ilmu astronomi. Mereka telah  menciptakan ilmu astronomi dan membina asas-asasnya. Pada waktu tentara Persia menyerbu negeri Babilon, sebagian besar dari mereka termasuk ahli ilmu astronomi mengungsi ke negeri-negeri Arab. Dari merekalah orang mempelaji ilmu astronomi.
2.Ilmu meterologi. Mereka menguasai ilmu cuaca atau ilmu iklim (meterologi) yang dalam istilah mereka waktu itu disebut al-anwa wa muhabburriyah atau istilah bahasa Arab modern disebut adh-dhawahirul jauwiyah.
3.Ilmu Mitologi
Ilmu ini mempelajari beberapa kemungkinan peristiwa seperti perang, damai, dan lain-lain. Yang didasarkan pada bintang-bintang. Seperti halnya orang-orang Arab purba, maka mereka pun menuhankan bintang-bintang, matahari, dan bulan. Atas pemberitahuan dari Tuhannya maka mereka mengetahui sesuatu.
4.Ilmu Tenung
Ilmu tenun ini juga berkembang pada masa itu, dan ilmu tersebut dibawa oleh bangsa Kaldan(Babilon) ke tanah Arab kemudian ilmu tenun berkembang sangat luas di kalangan mareka.
5.Ilmu Thib (kedokteran)
Ilmu tersebut berasal dari bangsa Kaldan. Mereka mengadakan percobaan penyembuhan orang sakit dengan cara menempetkan orang sakit di tepi jalan kemudian mereka menanyakan tentang obat kepada siapapun yang lewat jalan tersebut, dan mereka mencatatnya.
Pada awalnya pengobatan dilakukan oleh tukang tenun, kemudian dukun hingga akhirnya berkembang, ilmu kedokterna dari Babilon diambil oleh bangsa lain, termasuk oleh bangsa Arab, sehingga ilmu tersebut menjadi berkembang di kalangan Arab.[13]




























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sifat Sebelum Islam, di negeri-negeri Jazirah Arabia telah berdiri beberapa kerajaan. Menurut sifat dan bentuknya dapat dibagi menjadi dua:[14]
1.      Kerajaan yang berdaulat, tetapi tunduk kepada kerajaan lain (mendapat otonaomi dalam negeri). Contoh : kerajaan Makyan, kerajaan Saba, kerajaan Himyar dan lain-lain.
2.      Kerajaan tidak berdaula, memiliki kemerdekaan penuh, disebut juga induk suku.
Selain itu di Mekah terdapat Ka’bah yang menjadi pusat ibadah umat Islam. Namun, sebelum Rasulullah ibadah para muslim sudah tidak murni lagi bahkan orang-orang sholih pun sudah tercampur dengan kebit’ahan. Oleh karena itulah zaman ini disebut zaman jahiliyah.
Bangsa Arab terdiri dari banyak suku. Seringkali terjadi penganiayaan yang dilakukan seseorang dari satu suku terhadap orang dari suku yang lain. Dalam hal ini, akan menjadi kewajiban suku yang anggotanya dianiaya untuk menuntut balas. Oleh karena itu, sering terjadi peperangan antarsuku. Bahkan, peperangan ini terkadang berlangsung hingga beberapa generasi setelahnya, untuk memuliakan dan menghormati Ka’bah, muncul larangan berperang ataupun melancarkan serangan pada beberapa bulan dalam setahun, yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Namun, bangsa Arab saat itu memperbolehkan peperangan dilaksanakan pada bulan Muharram. Lalu sebagai gantinya, mereka menghentikan perang pada bulan Safar. Tindakan ini dinamakan An Nasi (pengunduran). Karena itulah peradaban Islam di Aarab tidak maju.




Daftar Pustaka
Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997.

Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008.

Moh nurhakim, jatuhnya sebuah tamadun menyingkap sejarah kegemilangan dan kehancuran khalifah islam Jakarta kementrian agama republik Indonesia direktorat jendral pendidikan islam; 2012

Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997

Soebardi dan Harsojo, pengantar sejarah dan ajaran islam jakarta : 1983, percetakan Binacipta

Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009

Tafsir Ibnu Katsir, al-Bidaya wa al-Nihaya Cairo. 1932.

Zakky Mubarak, Menjadi Cendekiawan Muslim; Kuliah IslamdiPerguruanTinggiUmum, Jakarta : PT Magenta Bhakti Guna,  2007






[1] Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : AMZAH) hal. 57
[2] Hasjmy. Sejarah Peradaban Islam, hal 18
[3] Zakky Mubarak, Menjadi Cendekiawan Muslim; Kuliah IslamdiPerguruanTinggiUmum( Jakarta : PT Magenta Bhakti Guna,  2007) hal 50
[4] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 5 -8
[5] Tafsir Ibnu Katsir, al-Bidaya wa al-Nihaya Cairo: 1932. Hal 188
[6] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal  ; 6-7
[7] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal  ;24
[8] Moh nurhakim, jatuhnya sebuah tamadun menyingkap sejarahkegemilangan dan kehancuran khalifah islam Jakarta kementrian agaa republic Indonesia direktorat jendral pendidikan islam; 2012 hal ;21
[9] Najmuddin zuhdi sirah nabi dan sahabat. Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta 1997 . hal  ; 15-16
[10] Soebardi dan Harsojo, pengantar sejarah dan ajaran islam jakarta : 1983, perctakan Binacipta hal :7
[11] Drs. Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008. Hal 62
[12] http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
11 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Amzah, 2009) hal.59 -60
[14] Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : AMZAH) hal. 57

1 komentar: